Rabu, 31 Oktober 2012

LCT PRAMUKA TINGKAT KWARTIR RANTING AMBAL

Pada hari Rabu 31 Oktober 2012 diadakan Lomba Cerdas Tangkas (LCT) Pramuka tingkat Kwartir Ranting Ambal. Lomba yang diselenggarakan di gedung Koperasi Setya Dharma Ambal diikuti oleh 39 Pangkalan Gudep yang ada di Kecamatan Ambal. Masing-masing Gudep mengirimkan dua barung yang terdiri dari 3 anak putra dan 3 anak putri. Dari 39 pangkalan Gudep hanya satu pangkalan yang hanya mengirimkan satu barung, yaitu MI Sidomukti, hanya mengirimkan satu barung  putri dalam LCT Pramuka tersebut. Lomba dimulai pukul 08.30 dan berakhir pada pukul 12.00 WIB. Lomba dilaksanakan dalam dua babak. Babak pertama adalah babak penyisihan. Semua barung mengerjakan soal tertulis yang berjumlah 100 soal pilihan ganda. Dari masing-masing barung (pa dan pi) diambil juara I, II, dan III untuk mengikuti babak kedua atau babak final. Pada babak 2 ini lomba diadakan dengan Cerdas Tangkas. Untuk barung yang mengikuti Cerdas Tangkas adalah :
A. Barung putra :  SDN 1 Ambalresmi, SDN 2 Ambalresmi, dan SDN  Kebrek
B. Barung Putri : SDN 1 Ambalresmi, SDN Sumberjati, dan SDN Kebrek.

Hasil LCT sebagai berikut ;
A. Barung Putra :
     JUARA I      : Barung dari SDN 1 Ambalresmi jumlah nilai 1.450
     JUARA II     : Barung dari SDN 2 Ambalresmi,  dengan nilai 1.400
     JUARA III    : Barung dari SDN Kebrek, dengan jumlah nilai 1.100

B. Barung Putri  :
     JUARA  I      : Barung dari SDN 2 Ambalresmi, jumlah nilai 1.600
     JUARA II     : Barung dari SDN Sumberjati, jumlah nilai 1.100
     JUARA III    : Barung dari SDN  Kebrek, dengan nilai 800.

Lomba diakhiri dengan pembagian Piagam dan Piala kepada masing-masing juara I, II, dan III, sedangkan juara I barung putra dan barung putri mewakili Ranting Ambal untuk mengikuti LCT Pramuka 2012 tingkat Kabupten Kebumen.
Berikut beberapa foto kegiatan LCT.

  





FOTO KEGIATAN LCT PRAMUKA TINGKAT KWARTIR RANTING AMBAL TAHUN 2012







Selasa, 30 Oktober 2012

SEJARAH CIKAL BAKAL KABUPATEN KEBUMEN


Oleh : Sayyid R. Ravie Ananda


Pendahuluan
Panjer Adalah nama sebuah Desa / Kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Nama Panjer sendiri telah lama dikenal, jauh sebelum nama Kebumen itu ada, tepatnya sejak masa Pra Islam. Satu hal yang sangat disayangkan adalah “ nyaris hilangnya riwayat Panjer baik dalam masyarakat Panjer itu sendiri maupun dalam pengetahuan masyarakat Kabupaten Kebumen pada umumnya, serta kurangnya perhatian dan pemeliharaan terhadap situs bangunan peninggalan bersejarah dan budaya masa lampau yang terdapat di daerah tersebut “.

Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, mengingat Panjer adalah cikal bakal Berdirinya Kabupaten Kebumen. Sebagai desa yang kini berbentuk kelurahan, Panjer tetap khas dengan rasa dan suasana masa lampaunya.

Panjer Pra Mataram Islam
Dalam Kitab “ Babad Kedhiri “, disebutkan:
“ Babagan kadipaten Panjer dicritakake nalika adipati Panjer sepisanan mrentah ing Panjer, duwe kekareman adu pitik. Sawijining dina nalika rame-ramene kalangan adu pitik ing pendhapa kadipaten, ana salah sijine pasarta sing jenenge Gendam Asmarandana, asale saka Desa Jalas.
Gendam Asmarandana sing pancen bagus rupane kuwi wusana ndadekake para wanita kayungyun, kalebu Nyai Adipati Panjer. Nyai Adipati sing weruh baguse Gendam Asmarandana uga melu-melu kayungyun. Kuwi ndadekake nesunya Adipati Panjer. Nalika Adipati Panjer sing nesu kuwi arep merjaya Gendam Asmarandana kanthi kerise, Gendam Asmarandana kasil endha lan suwalike kasil nyabetake pedhange ngenani bangkekane Adipati Panjer.
Adipati Panjer sing kelaran banjur mlayu tumuju Sendhang Kalasan sing duwe kasiyat bisa nambani kabeh lelara. Nanging durung nganti tekan sendhang kasil disusul dening Gendam Asmarandana lan wusana mati. Gendam Asmarandana sing weruh Adipati Panjer mati banjur mlayu tumuju omahe nanging dioyak dening wong akeh. Gendam Asmarandana sing keweden banjur njegur ing Sendhang Kalasan.
Wong-wong sing padha melu njegur ing sendhang, kepara ana sing nyilem barang, tetep ora kasil nyekel Gendam Asmarandana. Wong-wong ngira yen Gendam Asmarandana wus malih dadi danyang sing manggon ing sendhang kuwi. Sabanjure kanggo ngeling-eling kedadeyan kuwi digawe pepethan saka watu sing ditengeri kanthi aran Smaradana, mapan ing Desa Panjer ”.

Di dalam kitab tersebut, memang hanya sedikit sekali keterangan tentang Panjer karena yang menjadi “ Objek Sentralnya “ adalah Kerajaan Medangkamulan, Mamenang dan pergantian tahta ( jauh sebelum Ajisaka masuk ke Jawa ), akan tetapi dari literatur di atas dapat disimpulkan bahwa Panjer adalah sebuah wilayah yang memang sudah dikenal sejak masa pra Islam.
Di Indonesia terdapat dua daerah yang menggunakan nama Panjer yakni di Kabupaten Kebumen dan di Pulau Bali. Namun jika diamati dari segi Genetik Historisnya ( istilah penulis ), maka Panjer Kebumen lah yang disinyalir kuat sebagai suatu daerah yang dari dahulu telah bernama Panjer dan merupakan tempat terjadinya beberapa peristiwa sejarah dari masa ke masa.
Babad Panjer menurut periodisasi Mataram Islam
Mataram Islam adalah Kerajaan Mataram periode ke 2 yang pada mulanya merupakan sebuah hutan lebat yang dikenal sebagai Alas Mentaok, wujud hadiah dari Hadiwijaya ( Sultan Demak terakhir ) kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya dalam membunuh Arya Penangsang yang merupakan saingan besar Hadiwijaya dalam perebutan tahta Kerajaan Demak. Ki Ageng Pemanahan kemudian membabad hutan lebat tersebut dan menjadikannya sebuah desa yang diberinya nama Mataram. Alas Mentaok itu sendiri sebenarnya adalah bekas kerajaan Mataram Kuno yang runtuh sekitar tahun 929 M yang kemudian tidak terurus dan akhirnya dipenuhi oleh pepohonan lebat hingga menjadi sebuah hutan. Alas Mentaok mulai dibabad oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Juru Martani sekitar tahun 1556 M. Ki Ageng Pemanahan memimpin desa Mataram hingga Ia wafat pada tahun 1584 M dan dimakamkan di Kotagedhe. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, sebagai pengganti dipilihlah putranya yang bernama Sutawijaya / Panembahan Senopati ( Raja Mataram Islam pertama, dimakamkan di Kotagedhe ). Panembahan Senopati memerintah tahun 1587 – 1601 M. Ia digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Jolang / Sultan Agung Hanyakrawati ( wafat tahun 1613 M dimakamkan di Kotagedhe ). Sultan Agung Hanyakrawati digantikan putranya yang bernama Raden Mas Rangsang yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung Hanyakrakusuma ( memerintah tahun 1613 – 1646 M). Sultan Agung Hanyakrakusuma digantikan oleh Putranya yang bernama Sultan Amangkurat Agung ( Amangkurat I memerintah pada tahun 1646 – 1677 M ).

Di Dalam “ Kidung Kejayaan Mataram “ ( terjemahan Bahasa Indonesia ) disebutkan secara Implisit mengenai keberadaan Panjer.

Bait 04
Demikianlah maka pada suatu hari yang penuh berkat
berangkatlah rombongan Ki Gedhe ke Alas Mataram
di situ ada di antaranya: Nyi Ageng Ngenis, Nyi Gedhe Pemanahan
Ki Juru Mertani, Sutawijaya, Putri Kalinyamat, dan pengikut dari Sesela
Ketika itu adalah hari Kamis Pon, tanggal Tiga Rabiulakir
yaitu pada tahun Jemawal yang penuh mengandung makna
Setibanya di Pengging rombongan berhenti selama dua minggu
Sementara Ki Gedhe bertirakat di makam Ki Ageng Pengging
Lalu meneruskan perjalanan hingga ke tepi sungai Opak
Dimana rombongan dijamu oleh Ki Gedhe Karang Lo
Setelah itu berjalan lagi demi memenuhi panggilan takdir
hingga tiba di suatu tempat, disana mendirikan Kota Gedhe
Ki Gedhe Karang Lo yang dimaksud dalam bait di atas adalah pemimpin daerah Karang Lo ( kini masuk dalam wilayah Kecamatan Karanggayam ). Ini artinya sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Islam pun, Karang Lo ( Kadipaten / Kabupaten Panjer ) telah dikenal dan diperhitungkan dalam ranah pemerintahan kerajaan pada waktu itu ( Demak dan Pajang ).
Panjer Dalam Teritorial Masa Lampau
Kerajaan Mataram Islam mengenal sistem pembagian wilayah berdasarkan jauh - dekatnya dan tinggi – rendahnya suatu tempat, sehingga pada saat itu dikenallah beberapa pembagian wilayah kerajaan yakni :
1. Negara Agung
2. Kuta Negara
3. Manca Negara
4. Daerah Bang / Brang / Sabrang Wetan
5. Daerah Bang / Brang / Sabrang Kulon.
Masa Pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah masa keemasan Mataram. Ia memerintah dengan bijaksana, adil dan penuh wibawa, sehingga rakyat pada masa itu merasakan ketentraman dan kemakmuran. Menurut catatan perjalanan Rijklof Van Goens ( Ia mengunjungi Mataram lima kali pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma ) disebutkan bahwa :
“ Mataram di bawah Sultan Agung bagaikan sebuah Imperium Jawa yang besar dengan rajanya yang berwibawa. Istana kerajaan yang besar dijaga prajurit yang kuat , kereta sudah ramai, rumah penduduk jumlahnya banyak dan teratur rapi, pasarnya hidup, penduduknya hidup makmur dan tenteram. Kraton juga punya penjara, tempat orang – orang jahat pelanggar hukum dan tawanan untuk orang Belanda yang kalah perang di Jepara. Pada masa Sultan Agung inilah dikenal secara resmi adanya sebuah daerah lumbung pangan ( padi ) di Panjer dengan bupatinya bernama Ki Suwarno.
Panjer termasuk dalam katagori daerah Mancanegara Bang / Brang / Sabrang Kulon. Jauh sebelum nama Kebumen itu ada, tepatnya di daerah Karang Lo / wilayah Panjer Gunung ( kini masuk dalam wilayah kecamatan Karanggayam ), sudah terdapat penguasa kademangan di bawah Mataram ( masa pemerintahan Panembahan Senopati sekitar tahun 1587 M ). Di daerah tersebut, cucu Panembahan Penopati yang bernama Ki Maduseno ( putra dari Kanjeng Ratu Pembayun ( salah satu putri Panembahan Senopati ) dengan Ki Ageng Mangir VI ) dibesarkan. Ki Maduseno menikah dengan Dewi Majati dan kemudian berputra Ki Bagus Badranala ( Bodronolo; makam di desa Karangkembang; dahulu masuk dalam wilayah Panjer Gunung ). Ki Badranala adalah murid Sunan Geseng dari Gunung Geyong. Ia mempunyai peran yang besar dalam membantu perjuangan Mataram melawan Batavia pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ki Badranala yang mempunyai jiwa nasionalis tinggi, membantu Sultan Agung dengan menyediakan lokasi untuk lumbung dan persediaan pangan dengan cara membelinya dari rakyat desa. Pada tahun 1627 M prajurit Mataram di bawah pimpinan Ki Suwarno mencari daerah lumbung padi untuk kepentingan logistik. Pasukan Mataram berdatangan ke lumbung padi milik Ki Badranala dan selanjutnya daerah tersebut secara resmi dijadikan Kabupaten Panjer di bawah kekuasaan Mataram. Sebagai Bupati Panjer, diangkatlah Ki Suwarno, dimana tugasnya mengurusi semua kepentingan logistik bagi prajurit Mataram. Karier militer Ki Badranala sendiri dimulai dengan menjadi prajurit pengawal pangan dan selanjutnya Ia diangkat menjadi Senopati dalam penyerangan ke Batavia.
Dibakarnya Lumbung Padi Panjer
Sejarah nasional menyebutkan bahwa kekalahan Sultan Agung Hanyakrakusuma disebabkan oleh dibakarnya lumbung – lumbung padi Mataram oleh Belanda, dimana lumbung terbesar pada saat itu adalah lumbung yang berada di Panjer ( kemungkinan besar lokasi tersebut berada di dalam kompleks daerah yang kini menjadi Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati yang mempunyai luas sekitar 4 Ha ). Peristiwa ini terjadi pada penyerangan Mataram yang ke 3 dan sekaligus menjadi peperangan terakhir Sultan Agung Hanyakrakusuma. Beliau wafat pada awal tahun 1645 M dan dimakamkan di Imogiri. Selanjutnya, Pada masa Sultan Amangkurat I, Panjer berubah menjadi sebuah desa yang tidak sesibuk ketika masih dijadikan pusat lumbung padi Mataram pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Pembagian Wilayah Panjer
Panjer masa lalu dibagi dalam dua wilayah yaitu Panjer Roma ( Panjer Lembah ) dan Panjer Gunung. Ki Badranala diangkat menjadi Ki Gedhe Panjer Roma I atas jasanya menangkal serangan Belanda yang mendarat di pantai Petanahan. Putra tertua Ki Badranala yang bernama Ki Kertasuta bertugas sebagai Demang di wilayah Panjer Gunung, sedangkan adiknya yang bernama ki Hastrasuta membantu ayahnya ( Ki Badranala ) di Panjer Roma. Ki Kertasuta kemudian diangkat menjadi Patih Bupati Panjer, Ki Suwarno. Ia dinikahkan dengan adik ipar Ki Suwarno dan berputra Ki Kertadipa. Ki Badranala menyerahkan jabatan Ki Gedhe Panjer Roma kepada anaknya ( Ki Hastrasuta ) yang kemudian bergelar Ki Gedhe Panjer Roma II. Beliaulah yang kemudian berjasa memberikan tanah kepada Pangeran Bumidirja / Ki Bumi ( paman Amangkurat I yang mengungsi ke Panjer sebab tidak sepaham dengan Sultan Amangkurat I ). Tanah tersebut terletak di sebelah Timur Sungai Luk Ula dengan panjang kurang lebih 3 Pal ke arah Selatan dan lebar setengah ( ½ ) Pal ke arah Timur. Pangeran Bumidirja kemudian membuka tanah ( trukah ) yang masih berupa hutan tersebut dan menjadikannya desa. Desa inilah yang kemudian bernama Trukahan ( berasal dari kata dasar Trukah yang berarti memulai ). Seiring berjalannya waktu nama desa Trukahan kini hanya menjadi nama padukuhan saja ( sekarang masuk dalam wilayah kelurahan Kebumen ).

Riwayat desa Trukahan yang kemudian berubah menjadi Kelurahan Kebumen pun kini nyaris hilang, meskipun Balai Desa / Kelurahan Kebumen hingga kini berada di daerah tersebut.
Kutipan dari “ Babad Kebumen “ menyebutkan:

“ Kanjeng Pangeran Bumidirdja murinani sanget sedanipun Pangeran Pekik, sirna kasabaranipun nggalih, punapadene mboten kekilapan bilih Negari Mataram badhe kadhatengan bebendu. Puntonipun nggalih, Kanjeng Pangeran Bumidirdja sumedya lolos saking praja sarta nglugas raga nilar kaluhuran, kawibawan tuwin kamulyan.
Tindakipun Sang Pangeran sekaliyan garwa, kaderekaken abdi tetiga ingkang kinasih. Gancaring cariyos tindakipun wau sampun dumugi tanah Panjer ing sacelaking lepen Luk Ula. Ing ngriku pasitenipun sae lan waradin, toyanipun tumumpang nanging taksih wujud wana tarabatan.
Wana tarabatan sacelaking lepen Luk Ula wau lajeng kabukak kadadosaken pasabinan lan pategilan sarta pakawisan ingkang badhe dipun degi padaleman…..
Kanjeng Pangeran Bumidirdja lajeng dhedhepok wonten ing ngriku sarta karsa mbucal asma lan sesebutanipun, lajeng gantos nama Kyai Bumi…..
Sarehning ingkang cikal bakal ing ngriku nama Kyai Bumi, mila ing ngriku lajeng kanamakaken dhusun Kabumen, lami – lami mingsed mungel Kebumen.
Dhusun Kebumen tutrukanipun Kyai Bumi wau ujuripun mangidul urut sapinggiring lepen Luk Ula udakawis sampun wonten 3 pal, dene alangipun mangetan udakawis wonten ½ pal ”.

Dalam Babad Kebumen memang tidak terdapat cerita mengenai desa Trukahan, akan tetapi jika dilihat dari segi Logika Historis ( istilah penulis ), yang dimaksud dengan Desa / Dhusun Kabumian adalah Trukahan. Hal ini dapat ditelusuri berdasarkan Logika Historis antara lain :
1. Wilayah dan nama Trukahan sejak pra kemerdekaan hingga kini masih tetap ada, dimana Balai Desa / Kelurahan Kebumen dan Kecamatan Kebumen berada dalam wilayah tersebut ( sedangkan Pendopo Kabupaten masuk dalam wilayah Bumirejo ).
2. Makam / Petilasan Ki Singa Patra yang sebetulnya merupakan Pamokshan, sebagai situs yang hingga kini masih terawat dan diziarahi baik oleh warga setempat maupun dari luar Kebumen ( meskipun belum diperhatikan oleh Pemerintah baik Kelurahan maupun Kabupaten ) adalah makam tertua yang ada di kompleks pemakaman Desa Kebumen. Singa Patra adalah sosok tokoh yang nyaris hilang riwayatnya, meskipun namanya jauh lebih dikenal oleh warga Kelurahan Kebumen sejak jaman dahulu kala dan diyakini sebagai tokoh yang menjadi cikal bakal Desa Trukahan masa lampau. Penulis mensinyalir bahwa Tokoh ini hidup lebih awal dibandingkan masa kedatangan Badranala, sebab Beliau ( Badranala ) yang hidup pada masa Sultan Agung Hanyakrakusuma adalah pendatang di desa Panjer ( Lembah / Roma ). Beliau sendiri berasal dari daerah Karang Lo ( yang dahulu masuk dalam wilayah Panjer Gunung ). Sebagai seorang pendatang yang kemudian berdiam di Panjer Roma, Badranala memperistri Endang Patra Sari. Endang adalah sebutan kehormatan bagi perempuan Bangsawan. Hal ini bisa kita lihat pada situs pemakaman Ki Badranala di desa Karangkembang dimana terdapat beberapa makam yang menggunakan Klan / Marga Patra, dimulai dari Istri Badranala sendiri, hingga beberapa keturunannya.
3. Hilangnya babad Trukahan dan riwayat Ki Singa Patra dimungkinkan adanya kepentingan politik penguasa waktu itu. Terlebih riwayat Babad Kebumen baru diterbitkan pada tahun 1953 di Praja Dalem Ngayogyakarta Hadiningrat oleh R. Soemodidjojo ( seorang keturunan KP. Harya Cakraningrat / Kanjeng Raden Harya Hadipati Danureja ingkang kaping VI, Pepatih Dalem ing Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ), yang notabene bukan warga asli bahkan mungkin tidak pernah sama sekali tinggal di Panjer ataupun Trukahan / Kebumen. Dengan kata lain, warga Kelurahan Kebumen baru mengenal sosok Bumidirdja semenjak diterbitkannya riwayat Babad Kebumen yang kini lebih populer dengan adanya media Internet.
4. Kurun waktu Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma jelas lebih tua daripada Bumidirja. Sedangkan Ki Badranala yang kemudian bermukim di Panjer saat itu telah memperistri perempuan dari Klan Patra ( yang mungkin mengilhami nama sebuah Hotel di Kota Kebumen ).
5. Menurut “ Sejarah Kebumen dalam Kerangka Sejarah Nasional “ yang ditulis oleh Dadiyono Yudoprayitno ( Mantan Bupati Kebumen ) disebutkan bahwa Pangeran Bumidirdja membuka tanah hasil pemberian Ki Gedhe Panjer Roma II / Ki Hastrosuto ( anak Ki Badranala ). Riwayat ini pun tidak disebutkan dalam Babad Kebumen. Riwayat yang lebih terkenal sampai saat ini adalah riwayat yang ditulis oleh R. Soemodidjojo yang notabene bukan warga asli dan bahkan mungkin belum pernah tinggal di Kebumen, dimana diceritakan bahwa Kebumen berasal dari kata Ki Bumi yang merupakan nama samaran dari Pangeran Bumidirja yang kemudian trukah di tepi sungai Luk Ula, sehingga kemudian tempat tersebut dinamakan Kebumian.
6. Pasar Kebumen, pada awalnya berada di wilayah Trukahan, tepatnya di daerah yang kini menjadi kantor Kecamatan Kebumen hingga kemudian pindah ke daerah yang kini menjadi pasar Tumenggungan. Maka daerah di sekitar bekas pasar lama tersebut sampai sekarang masih bernama Pasar Pari dan Pasar Rabuk, karena memang lokasi pasar lama telah menggunakan sistem pengelompokan.
7. Adanya pendatang setelah dibukanya tanah / trukah seperti yang disebutkan dalam Babad Kebumen yang kemudian bermukim, juga bisa diperkirakan mendiami daerah yang kini bernama Dukuh. Hal ini dimungkinkan dengan sebutan nama Dukuh yang telah ada sejak lama.

Asal Mula Nama Tumenggung Kalapaking
Datangnya Pangeran Bumidirdja di Panjer, menimbulkan kekhawatiran Ki Gedhe Panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara Panjer Gunung karena Pangeran Bumidirdja saat itu dinyatakan sebagai buronan Kerajaan. Akhirnya Ki Gedhe Panjer Roma II dan Tumenggung Wangsanegara memutuskan untuk meninggalkan Panjer dan tinggallah Ki Kertawangsa yang dipaksa untuk tetap tinggal dan taat pada Mataram. Ia diserahi dua kekuasaan Panjer dan kemudian bergelar Ki Gedhe panjer Roma III. Dua Kekuasaan Panjer ( Panjer Roma dan Panjer Gunung ) membuktikan bahwa Panjer saat itu sebagai sebuah wilayah berskala luas ( Kabupaten / Kadipaten ) sehingga dikategorikan dalam daerah Brang Kulon.

Pada tanggal 2 Juli 1677 Trunajaya berhasil menduduki istana Mataram di Plered yang ketika itu diperintah oleh Sultan Amangkurat Agung ( Amangkurat I ). Sebelum Plered dikuasai oleh Trunajaya, Sultan Amangkurat Agung dan putranya yang bernama Raden Mas Rahmat berhasil melarikan diri ke arah Barat. Dalam pelarian tersebut, Sultan Amangkurat Agung jatuh sakit. Beliau kemudian singgah di Panjer ( tepatnya pada tanggal 2 Juni 1677 ) yang pada waktu itu diperintah oleh Ki Gedhe Panjer III. Sultan Amangkurat I diobati oleh Ki Gedhe Panjer III dengan air Kelapa Tua ( Aking ) karena pada waktu itu sangat sulit mencari kelapa muda. Setelah diobati oleh Ki Gedhe Panjer III, kesehatan Sultan Amangkurat I berangsur membaik. Beliau kemudian menganugerahi gelar kepada Ki Gedhe Panjer III dengan pangkat Tumenggung Kalapa Aking I ( Kolopaking I, sebagai jabatan Adipati Panjer I ( 1677 – 1710 ). Tumenggung Kalapaking I digantikan oleh putranya dan bergelar Tumenggung Kalapaking II ( 1710 – 1751 ), dilanjutkan oleh Tumenggung Kalapaking III ( 1751 – 1790 ) dan Tumenggung kalapaking IV ( 1790 – 1833 )).

Setelah merasa pulih, Sultan Amangkurat Agung melanjutkan perjalannya menuju ke Barat, akan tetapi sakitnya ternyata kambuh kembali dan akhirnya Beliau wafat di desa Wanayasa ( Kabupaten Banyumas ) tepatnya pada tanggal 13 Juli 1677. Menurut Babad Tanah Jawi, kematian Sultan Amangurat Agung dipercepat oleh air kelapa beracun pemberian Raden Mas Rahmat ( putranya sendiri yang menyertai Beliau dalam pelarian ). Sesuai dengan wasiatnya, Beliau kemudian dimakamkan di daerah Tegal Arum ( Tegal ) yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Tegal Wangi. Sementara itu tampuk kepemimpinan Panjer periode Kolopaking hanya berlangsung hingga Kolopaking IV dikarenakan adanya suksesi di Panjer pada waktu itu antara Kalapaking IV dan Arungbinang IV yang berakhir dengan pembagian wilayah dimana Kalapaking mendapat bagian di Karanganyar dan Banyumas, sedangkan Arungbinang tetap di Panjer. Sejak pemerintahan Arungbinang IV inilah Panjer Roma dan Panjer Gunung digabung Menjadi satu dengan nama Kebumen. Berdasar pemaparan di atas, penulis menyimpulkan ( sumber : sasmita yang penulis dapat ) bahwa berdirinya Pendopo Kabupaten Kebumen di wilayah Desa / Kelurahan Bumirejo ( bukan di wilayah Desa / Kelurahan Kebumen sebagai Nol Kilometernya pemerintahan, dimana seharusnya Desa, Kecamatan, dan Kabupaten Kebumen berada dalam satu lingkup ) disebabkan adanya suksesi antara Tumenggung Kalapaking IV dan Arungbinang IV. Untuk memantapkan kedudukan setelah kemenangannya atas peristiwa pembagian wilayah, Arungbinang IV mendirikan Pendopo Kabupaten baru yang kini menjadi Pendopo dan Rumah Dinas Bupati Kebumen lengkap dengan alun - alunnya. Adapun Pendopo Kabupaten lama / Kabupaten Panjer kemungkinan berada di lokasi Pabrik Minyak Sari Nabati Panjer, dengan memperhatikan tata kota yang masih ada ( seperti yang penulis paparkan dalam sub judul Metamorfosis Panjer ) dan luas wilayah Pabrik yang mencapai sekitar 4 Ha, serta adanya pohon – pohon Beringin tua yang dalam sistem Macapat digunakan sebagai simbol suatu pusat pemerintahan kota zaman kerajaan. Begitu juga dengan Tugu Lawet yang pada awalnya merupakan tempat berdirinya sebuah Pohon Beringin Kurung ( yang kemudian ditebang dan dijadikan Tugu Lawet ), dimana di sebelah Utaranya adalah Kamar Bola ( gedung olahraga, pertunjukan dan dansa bagi orang Belanda ) serta lokasi pasar Kebumen lama yang pada awalnya berada di wilayah Trukahan ( pusat pasar rabuk berada di sebelah Timur Balai Desa Kebumen, pasar lama berada di sebelah Utara klenteng, sub pasar rabuk berada di sebelah Utara pasar lama, pasar pari / padi berada di sebelah Selatan klenteng dan pasar burung yang tadinya merupakan Gedung Bioskup Belanda sebelum dihancurkan dan kemudian didirikan gedung Bioskup Star lama di sebelah Timur Tugu Lawet ( sumber : wawancara tokoh sepuh desa Kebumen )), semakin menguatkan bahwa pusat pemerintahan Kabupaten Panjer / Kebumen tempo dulu adalah di desa Panjer dan Trukahan. Hal ini sesuai juga dengan kurun waktu berdirinya Masjid Agung Kauman Kebumen yang didirikan oleh KH. Imanadi pada masa pemerintahan Arungbinang IV ( setelah masa Diponegoro ) yang membuktikan bahwa berdirinya Pendopo Kabupaten Kebumen yang berada di wilayah Bumirejo dan Masjid Agung Kauman di wilayah Kutosari merupakan pindahan dari pusat kota lama di Panjer.

Metamorfosis Historis Panjer
Seiring berjalannya waktu dan berkuasanya Belanda di Indonesia, desa Panjer juga tidak luput dari kekuasaan Belanda. Panjer tetap dijadikan basis pemerintahan oleh Pemerintah Belanda karena lokasinya yang sangat strategis ( meskipun sejarah masa lalu itu telah hilang ). Hal ini dapat kita lihat dari sisi genetik historisnya dimana Panjer sampai saat ini adalah suatu desa / kelurahan yang lengkap dengan fasilitas – fasilitas yang dibangun oleh Belanda jauh sebelum kemerdekaan, seperti: Stasiun Kereta Api, Rumah Sakit ( dahulu dikenal dengan nama Sendeng; berasal dari kata Zending yang berarti politik penyebaran agama Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara pertolongan kesehatan ), Gedung Pertunjukan, Pertahanan Militer, Perumahan Belanda yang lebih dikenal dengan nama KONGSEN ( berasal dari kata Kongsi ), Taman Kanak – Kanak yang dahulunya mungkin juga merupakan tempat pendidikan bagi anak – anak para Pejabat Belanda yang tinggal di wilayah tersebut, serta Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( yang hingga kini menjadi milik Perusda Propinsi Jateng yang tutup sekitar tahun 1985 ).
Pergantian kekuasaan sejak zaman Mataram Islam, Kolonial Belanda, hingga Pemerintahan NKRI ternyata tidak mempengaruhi perubahan desa Panjer dari segi Substansi dan Genetik Historis. Hal ini dapat kita lihat dengan sebuah pembanding sebagai berikut :

Panjer Zaman Sultan Agung
1. Sebagai Lumbung padi dan Pusat Logistik Pasukan Mataram
2. Sebagai Kotaraja Kabupaten Panjer ( yang tentunya telah memiliki kelengkapan fasilitas seperti kesehatan, transportasi, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain – lain meskipun masih bersifat sederhana )
3. Sebagai Basis Militer Mataram
Panjer Zaman Kolonial Balanda ( kemudian diteruskan oleh Jepang )
1. Sebagai Pusat logistik yakni dengan didirikannya Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( seluas 4 Ha ).
2. Sebagai desa yang memiliki berbagai fasilitas seperti Transportasi ( dengan didirikannya stasiun ), Perumahan Belanda ( lebih dikenal dengan sebutan Kongsen lengkap dengan sarana dan prasarananya baik sarana pendidikan anak – anak, Kesehatan ( Zending / Sendeng ) gedung Pertunjukan ( Gedung Bioskup Gembira ), gedung olahraga dan aula yang terdapat di dalam lokasi pabrik, dan lain - lain.
3. Basis Militer Belanda

Panjer Zaman Kemerdekaan
1. Sebagai Pusat Logistik ; dengan didirikannya Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati oleh Belanda yang setelah tutup sekitar tahun 1985 kemudian beralih fungsi sebagai gudang penampungan tebu sementara sebelum diolah menjadi gula pasir di Pabrik Gula Yogyakarta; disewakan kepada pabrik rokok untuk menampung cengkeh ( sekitar tahun 1989 ), disewakan sebagai gudang penyimpanan bijih Plastik ( sekitar tahun 1990 ), disewakan sebagai gudang beras Bulog, disewakan sebagai lahan perkebunan semangka; disewakan sebagai kantor Pajak; disewakan sebagai tempat penyimpanan sementara alat – alat berat kesehatan RSU; Sebagai tempat penampungan sementara Kompor dan tabung gas dalam rangka program konversi gas pada tahun 2009.
2. Terdapatnya pusat transportasi Kereta Api ( stasiun Kereta Api Kebumen )
3. Bertempatnya Markas TNI / Kodim Kebumen
4. Terdapatnya tempat pertunjukan Film ( gedung Bioskop Gembira, yang kini telah dibangun dan dialihkan fungsi )
5. sebagai tempat RSUD Kebumen
6. Terdapatnya tempat pendidikan Taman Kanak - Kanak PMK Sari Nabati
7. Terdapatnya Lapangan Tenis dan Bulutangkis, serta menjadi tempat latihan Beladiri berbagai Perguruan yang ada di wilayah Kebumen ( sekitar tahun 1990 an )
8. terdapatnya Perumahan Nabatiasa
9. dan lain – lain.

Dilihat dari fakta – fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Panjer dari masa ke masa tidak memiliki perubahan fungsi, hanya saja terus menyesuaikan dengan perkembangan peradaban dan budaya.

Romantisme Panjer Masa Lalu
Sebagai desa yang terbilang tua, Panjer penuh dengan benda – benda budaya peninggalan dari tiga periode ( Mataram, Belanda dan Kemerdekaan ) yang dapat dikelompokkan kedalam dua bagian yaitu :
1. Benda yang Masih tersisa antara lain :
1. Bangunan Tua yang sangat Luas bekas Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati ( lengkap dengan rel dan Lori pengangkut kopra menuju pengolahan, saluran irigasi, perkantoran, penimbangan, pos jaga, lapangan Bulutangkis dan Aula dan lain - lain.
2. Perumahan Belanda ( Kongsen ) Nabatiasa.
3. Sumur Tua yang disinyalir sudah ada sejak jaman pra Mataram Islam yang mungkin tadinya berwujud sendang. Sumur itu berada didalam lokasi Pabrik paling Timur dengan diameter kurang lebih 4 M ( sekitar tahun 1990 an pernah terbit Surat Kabar Kebumen yang memuat sejarah Panjer sebagai cikal bakal Kebumen, dimana disebutkan juga adanya Legenda Sendang Kuno dan sebuah Batu Kuno semacam sebuah Prasasti di desa Panjer, sayang hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
4. Tiga buah WC umum peninggalan Belanda yang terdapat di Selatan perumahan Belanda yang kini disebut Kongsen dengan dua sumur umum yang berdiameter sekitar 2,5 meter.
5. Bangkai Truk pengangkut Kopra yang teronggok di garasi depan Pabrik Sari Nabati.
6. Bekas Roda Meriam yang dipasang di dekat pintu masuk Pabrik dan lapangan Panjer sebelah Timur.
7. Pohon Pinus yang ditanam di pintu Masuk perumahan Kongsen sebelah Barat dan di sebelah utara Stasiun Kereta Api.
8. Pohon Kamboja peninggalan Belanda di halaman Taman Kanak – Kanak Sari Nabati.

2. Benda yang telah hilang antara lain :
1. Tiga buah Pohon Saman Raksasa di sebelah Utara stasiun yang ditebang sekitar tahun 1989. Dahulu ketika pohon tersebut masih ada, daerah tersebut terasa sangat klasik dan kuno. Berbagai jenis burung dapat kita jumpai bersarang dan berkicau di atasnya. Terdapat juga Ayam Hutan yang bersarang dan selalu berkokok di pagi hari di atas pohon tersebut.
2. Rel dan Lori yang berasal dari baja dan semua bahan - bahan yang berasal dari besi, termasuk plat – plat besi tebal penutup saluran irigasi ( kalen ), mesin pembuat dan pengolah minyak, seng atap penutup pabrik, dan lain – lain ( dikarenakan sekitar tahun 2000 dilelangkan sebagai barang bekas )
3. Tiga buah sumur pompa umum di kompleks perumahan / Kongsen.
4. Pintu “ HS “ ( pintu ruangan generator listrik pabrik jaman Belanda ) yang dahulu selalu membuka dengan sendirinya setiap Kamis sore dan menutup Jumat sore ( di atas pintu tersebut terdapat tulisan berhuruf Jawa dan Belanda “ High Stroom “. Setiap pintu tersebut membuka, keluarlah sepasang burung gagak yang terbang mengitari wilayah Kongsen, dan akan masuk kembali ke ruangan tersebut sesaat sebelum pintu tersebut menutup ). Keanehan yang dahulu menjadi konsumsi hiburan bernuansa magis gratis bagi masyarakat setempat kini tidak lagi bisa dilihat ( sejak sekitar tahun 1995 ). Bangunan Pabrik yang penuh dengan warisan budaya tiga periode tersebut, yang dahulu terasa sangat indah, klasik dan menyejukkan serta nyaman, kini 80% telah menjadi puing – puing yang kokoh tanpa atap dan hutan semak belukar.
5. Kesenian Ebleg Panjer yang dahulu sangat terkenal di Kabupaten Kebumen kini tidak lagi hidup, bahkan kelengkapan kesenian itu telah rusak dan hanya tersisa sebuah Barongan Tua Keramat yang nyaris hilang ( barongan ini ditemukan kembali tanpa sengaja oleh seorang warga Panjer di desa Kalirancang ).
6. Dua buah pohon Flamboyan raksasa yang tinggi dan sangat indah ketika berbunga serta beberapa pohon Beringin besar yang berada di lapangan Panjer sebelah Timur, tepatnya di sebelah Selatan bangunan WC umum Kongsen.
7. Pohon Sakura yang berada di sebelah Utara sumur Kongsen bagian Barat ( dahulu sering digunakan untuk bermain anak – anak Kongsen, kemungkinan peninggalan pejabat Jepang yang tinggal di sana waktu itu ).
8. Pintu masuk Kongsen sebelah Barat ( pintu tersebut dahulu sering digunakan untuk bermain ayunan oleh anak – anak Kongsen ).
9. Pohon Beringin besar yang berada di halaman Taman Kanak – Kanak Sari Nabati.
10. Bak Tempat Penampungan sampah buatan zaman Belanda ( dahulu terletak di sebelah selatan Kongsen ).

Kembalinya Barongan Keramat Desa Panjer
Bentuk seni dan budaya yang telah ada turun - temurun di desa Panjer adalah Ebleg. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa Ebleg sama dengan Kuda Lumping. Menurut penulis, Ebleg tidak bisa disamakan dengan Kuda Lumping. Perbedaan antara Ebleg dan Kuda Lumping adalah :
Ebleg adalah suatu kesenian khusus yang merupakan perpaduan antara tarian, filosofi dan mistis yang di dalamnya mempunyai tiga instrumen pokok yakni Gending, Barongan dan Kuda Lumping / Jaran Kepang. Menurut penulis Ebleg adalah kesenian yang sudah berkembang sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma. Hal ini dapat diamati dari beberapa hal antara lain :
1. Gending ; melambangkan Sastra Gending, sebuah kitab karya Sultan Agung Hanyakrakusuma.
2. Barongan yang bentuknya meniru seekor singa ; melambangkan Sosok Sultan Agung yang dari dahulu disegani dan mendapat julukan Singa Jawa dari para lawannya.
3. Kuda Lumping / Jaran Kepang : melambangkan pasukan berkuda Mataram yang gagah dan berani mati, kompak dan disiplin.

Kuda Lumping adalah suatu kesenian tarian ( tarian kuda ) hasil pengembangan dari kesenian Ebleg yang di dalamnya tidak mengharuskan adanya barongan dan unsur mistis.

Kesenian Ebleg desa Panjer disinyalir telah ada jauh sebelum era Kemerdekaan. Hal ini penulis simpulkan setelah mewawancarai beberapa tokoh Ebleg setempat, dimana tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahui sejak kapan kesenian tersebut mulai ada di Panjer. Dari semua narasumber yang ada hanya mengetahui bahwa Ebleg Panjer telah ada sejak para leluhur mereka kecil ). Tidak aktifnya Ebleg Panjer ( mulai sekitar tahun 1995 ) nyaris mengakibatkan hilangnya Barongan Keramat yang terbuat dari kayu Kendal itu dari desa Panjer. Hilangnya Barongan Keramat tersebut diketahui setelah seorang mantan pemain Ebleg Panjer yang bernama Waris ( Pak Waris ) yang kebetulan bekerja sebagai Penjaga Pabrik Sari Nabati mempunyai itikad untuk menghidupkan kembali kesenian tersebut. Sekitar tahun 2003 Beliau secara kebetulan berbincang – bincang dengan seorang Kusir Dokar dari desa Kalirancang yang mangkal di stasiun Kebumen dimana topik pembicaraan pada saat itu adalah kesenian Ebleg. Kusir Dokar tersebut bercerita bahwa di desanya memiliki kesenian Ebleg yang juga tidak aktif lagi. Adapun barongannya konon kabarnya dahulu meminjam dari desa Panjer. Berangkat dari cerita itu, Pak Waris segera menghubungi pengurus Ebleg Kalirancang melalui kusir dokar tersebut. Akhirnya, kembalilah Barongan Tua desa Panjer ke asalnya. Tahap selanjutnya, Pak Waris mengumpulkan para mantan pemain ebleg dan mengajak untuk menghidupkan kembali Ebleg Panjer yang terbilang paling tua di Kabupaten Kebumen tersebut. Beliau bersama Pak Dalang Parijo ( alm. ) pada saat itu segera memimpin kembali latihan ebleg dengan peralatan seadanya yakni “ sapu ijuk “ yang dijadikan peraga pengganti kuda lumping yang ketika itu telah rusak. Setelah keseragaman geraktari dan gending pengiring dirasa padu, maka dimulailah latihan sekaligus pagelaran rutin di lapangan Manunggal Kodim setiap hari Kamis Wage ( sesuai tradisi jaman dahulu ). Peraga Kuda Lumping pun kemudian dibeli oleh grup kesenian Ebleg Panjer di daerah Bocor dengan swadana dari anggota. Kesenian tua yang pernah menjadi kebanggaan masyarakat Panjer dan terkenal di Kabupaten Kebumen itu sangat disayangkan kini kembali mati suri. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah baik Desa maupun Kabupaten.

Perbaikan Barongan “ Ki Singa Mataram “
Dikarenakan kondisinya yang rusak akhirnya dilakukanlah perbaikan Barongan “ Ki Singa Mataram “ ( nama Barongan tersebut ) pada malam Jumat Kliwon di bulan Ramadhan, bertepatan dengan malam 17 Agustus 2010. Bahan pelapis kepala barongan berasal dari Kulit Macan Tutul Sempor Kebumen ( telah ada sejak sekitar 25 tahun yang lalu ), sumbangan dari Mbah Narto Gombong ( seorang tokoh Legiun Veteran ) dan Bpk. Bambang Priyambodo ( Sekcam Kuwarasan ). Bahan lain adalah kulit Blacan dan Kijang sumbangan dari para pemuda Kranggan Kebumen dan Bejiruyung Sempor, serta karung Goni yang digunakan sebagai tubuh barongan, sumbangan dari warga pendatang asli Wonogiri dan Solo. Pekerjaan perbaikan dilakukan oleh sekelompok pemuda Pecinta Budaya Kebumen dan sesepuh Ebleg di kompleks Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati Panjer, dimulai dari pukul 22.00 wib hingga selesai ( tepat pukul 01.00 wib ) dimana sebelumnya telah dilakukan ritual terlebih dahulu.

Sebuah pujian dan acungan jempol kiranya patut sekali diberikan kepada para anggota kesenian Ebleg Panjer yang ternyata hingga saat ini masih berkemauan keras untuk menghidupkan kembali kesenian tersebut di tengah munculnya kesenian baru di desa Panjer ( kesenian Kentongan Banyumasan dan Janeng ). Rapat kecil para anggota pun telah diadakan untuk membentuk wadah dan kepengurusan. Harapan penulis, semoga pemerintah setempat ataupun pemerintah Kabupaten Kebumen segera memberikan perhatian dan dukungan ( apresiasi ) yang serius terhadap kesenian Ebleg Panjer yang merupakan kesenian Ebleg Tertua di Kabupaten Kebumen. Kesenian tua dari desa yang pernah menjadi pusat kekuatan Pasukan Mataram saat memerangi Belanda dan desa yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Panjer / Kebumen silam.

Panjer dalam Kenangan Penulis
Saya lahir di desa Panjer pada tahun 1980. Ayah saya bekerja sebagai karyawan di Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati. Sejak dilahirkan hingga tahun 1993, saya tinggal besama orang tua di Perumahan Nabatiyasa ( Eks Perumahan Belanda ) yang lebih dikenal dengan sebutan Kongsen. Saya sempat menikmati saat – saat kejayaan Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati sebelum akhirnya tutup pada tahun 1985. Banyak kenangan indah di desa Panjer yang tak bisa tergantikan dengan apapun yang ternyata sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian saya.

Sebagai anak seorang karyawan, sebuah kenangan indah adalah menaiki Lori menuju lokasi pengambilan jatah minyak dan logistik bulanan bagi karyawan. Naik Lori adalah pengalaman langka yang tidak bisa dinikmati oleh semua anak, hal ini dikarenakan Lori hanya ada di tempat – tempat tertentu seperti Pabrik Minyak, Pabrik Gula dan sejenisnya. Setiap tengah malam, suara peluit dari cerobong Pabrik sebagai penanda pergantian shif terasa khas dan klasik, perpaduan rasa mencekam dan sakral bagi setiap anak kecil di Kongsen.

Bersama teman – teman sebaya bermain melihat fenomena spiritual membuka dan menutupnya pintu “ HS “ serta keluar dan masuknya sepasang burung gagak adalah pengalaman yang langka dan hanya dapat disaksikan di Pabrik Minyak Kelapa Sari Nabati Panjer. Di atas pintu yang tidak lagi membuka tersebut, kini tumbuh sebuah pohon Beringin yang akarnya telah menutupi sebagian pintu.
Pabrik seluas 4 Ha yang terkenal kuno dan angker itu pun urung dijadikan tempat Uji Nyali sebuah program acara reality show beberapa waktu silam, dikarenakan ketidakberanian tim penyelenggara acara menanggung kemungkinan resiko yang akan ada jika mengambil tempat yang terlalu Kuno dan Angker.

Panjer tempo dulu sepertinya juga menjadi pusat kerajinan batu mulia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya berbagai batu akik baik yang telah jadi maupun bahan mentah di depan halaman rumah paling barat ( yang menghadap selatan ), sehingga kenangan anak – anak Kongsen pun semakin lengkap dengan adanya kegiatan mencari batu akik selepas hujan reda di tempat tersebut. Dengan penuh ketekunan dan kejelian, anak – anak saat itu “ Ndhodhok “ sambil menajamkan pandangan terhadap sinar kilau dari batu yang muncul akibat lapisan tanah penutupnya terbawa air.

Ketika Bunga flamboyan raksasa berbunga, anak – anak Kongsen dengan riang gembira bermain di bawah jingganya bunga- bunga yang berguguran menutup tanah di bawahnya. Sambil menari – nari, anak – anak membunyikan polong yang jatuh dari pohon tersebut dan menjadikannya alat musik “ ecek – ecek “ sambil berteriak riang “ Hore – Hore… Salju “ ( bunga flamboyan yang berguguran diimajinasikan seperti salju jingga ).

Masa dibukanya penutup saluran irigasi / kalen juga merupakan saat yang sangat dinanti bagi anak – anak Kongsen, sebab di masa itulah anak – anak turun beramai - ramai dengan peralatan yang ada untuk mengambil ratusan ikan lele lokal yang besarnya bisa mencapai 1 Kg ( perekornya ), ikan – ikan Behtok dan Gabus ( Bayong ) yang selama musim mengalirnya air irigasi bersembunyi di selokan yang tertutup plat tersebut. Panen ini dirasakan seluruh warga Kongsen.

Ketika musim kemarau tiba, dua buah sumur tua Kongsen yang kebetulan ikut surut dan keruh pun, dikuras oleh warga. Pengurasan ini merupakan saat menyenangkan bagi anak – anak Kongsen yang ikut bekerjabakti menguras sumur, sebab di dalamnya banyak ditemukan benda – benda klasik seperti Keris, batu Akik, dan lain – lain yang tentunya hal ini tidak didapati di setiap sumur.

Anak – anak Kongsen juga akrab dengan cerita hantu, namun cerita hantu di daerah Panjer tidak seperti kebanyakan ( misal pocong, kuntilanak dan sejenisnya ). Hantu di Panjer yang telah banyak dilihat oleh warga sekitar dan orang – orang dari luar Panjer yang kebetulan berolahraga Bulutangkis malam di lapangan dalam Pabrik adalah hantu Keranda, hantu Kereta Kuda dan Rombongan Kuda, hantu Orang Belanda, hantu Prajurit jaman kerajaan ( yang menunggu pintu masuk WC umum ), serta berupa suara – suara tanpa wujud seperti berbunyinya tiang dari besi di lapangan timur tanpa ada yang membunyikan setiap tengah malam yang selalu menjadikan rasa penasaran anak – anak Kongsen. Layaknya detektif, anak – anak yang bermain kemah – kemahan setiap liburan sekolah, selalu mengamati dari kejauhan peristiwa itu dengan penuh keheranan bercampur takut.

Pada saat – saat akhir kejayaan pabrik, anak - anak mempunyai kebiasan mengambil beberapa kopra yang sedang dijemur dan memakannya. Rasa manis dan gurih dari kopra hingga kini mungkin masih termemori dalam ingatan anak – anak Kongsen.

Tutupnya Pabrik dan bergantinya fungsi menjadi tempat penampungan tebu sementara adalah hal yang tetap menggembirakan bagi anak – anak Kongsen. Setiap truk tebu yang datang penuh muatan, menjadi harapan bagi anak – anak. Mereka dengan cekatan mengambil tebu tanpa ijin dengan mengendap - ngendap di bawah truk yang berhenti di garasi, tentunya setelah melompati pagar besi terlebih dahulu.

Setiap bulan puasa, kegiatan rutin anak – anak Kongsen selain mengaji adalah menunggu buka puasa dengan melihat kereta api dan keluarnya kawanan kelelawar yang bersarang di gudang garam kompleks stasiun. Ribuah kelelawar itu akan menjadi tontonan kembali di pagi harinya setelah usai solat Subuh saat kelelawar tersebut pulang ke sarangnya.

Datangnya sekelompok wisatawan asing yang lebih dikenal dengan ” turis “ setiap tahun ke pabrik juga merupakan hal yang menarik bagi anak – anak Kongsen. Mereka selalu mengambil foto untuk dokumentasi sebuah pabrik tempat nenek moyangnya dahulu bermukim dan bekerja. Turis – turis tersebut adalah keturunan dari para pembesar Belanda yang sebelum kemerdekaan menempati dan mengelola pabrik Panjer.

Kerjabakti membersihkan rumput ilalang di lokasi pabrik sebelah timur yang sangat luas juga merupakan kebahagiaan tersendiri bagi anak – anak Kongsen. Setiap musim kemarau saat ilalang dan rumput perdu mengering telah dibakar, terlihat jelas dasar – dasar lantai pabrik masa lalu sebagai tempat pembuatan minyak kelapa raksasa. Dibakarnya terlebih dahulu lokasi tersebut untuk mempermudah dan mematikan puluhan ular kobra yang banyak terdapat di area tersebut. Karena jarang dilalui manusia, burung - burung yang indah dan beraneka macam pun banyak bersarang di lokasi tersebut. Kawasan itu layaknya sebuah pulau kecil yang hanya dihuni oleh sekawanan burung – burung dan binatang lainnya. Dahulu di lokasi ini pernah juga ditemukan seonggok tutup Tank ( kendaraan tempur ) milik Belanda.

Panjer memang sebuah desa yang hingga sekarang masih khas dengan kekunoannya, meskipun mungkin dalam sejarah berdirinya Kebumen banyak hal yang tertutup mengenai desa ini dan hanya terekspos sosok Bumidirja dan Jaka Sangkrip. Kurangnya perhatian Pemerintah terhadap sejarah Kebumen, Panjer dan desa – desa lainnya kiranya sangat mempengaruhi pengetahuan dan kecintaan masyarakat Kebumen terhadap tempat lahirnya yang akhirnya melahirkan beberapa kerancuan sejarah, sebagai contoh misal :

Makam Pangeran Bumidirja di Lundong Kutowinangun.
Makam tersebut mengundang tandatanya bagi penulis. Pangeran Bumidirdja adalah nama lain dari Ki Bumi, tetapi mengapa di makam tersebut terdapat dua makam dimana yang satu bertuliskan Pangeran Bumidirdja ( di dalam cungkub ), sedangkan yang satunya lagi bertuliskan Ki Bumi ( di luar cungkub ). Kerancuan yang lain juga terdapat pada makam yang berada di sebelah makam P. Bumidirdja yang bertuliskan P. Mangkubumi II. Hal ini jelas akan mengundang reaksi kritis, sebab Pangeran Mangkubumi adalah gelar dari RM . Sujono ( salah satu putra dari Amangkurat Jawi / RM. Surya Putra dengan garwa selir ) yang setelah menjadi raja ( akibat perjanjian Giyanti tentang pembagian tanah sengketa ) kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwana I, sehingga Pangeran Mangkubumi II adalah gelar lain dari Sultan Hamengkubuwana II ( RM. Sundoro ). Adanya penulis Babad Kebumen atau Panjer yang mengatakan bahwa Ki Bumi adalah P. Mangkubumi, bisa dikatakan tidak memahami benar – benar tokoh – tokoh tersebut dan kedudukannya di dalam pemerintahan Mataram pada masa itu. Begitu juga dengan adanya makam Ki Bumi dan P. Bumidirja yang saya sebutkan tadi, dapat disimpulkan bahwa yang bertugas dalam bidang sejarah dan budaya Kabupaten Kebumen kurang jeli dan memperhatikan antara sejarah, dongeng dan fakta yang ada.


Penutup
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para leluhurnya dengan mengenal dan menjaga sebaik mungkin sejarahnya, serta melestarikan budaya warisannya. Meski kebenaran yang hakiki tidak akan pernah bisa dipastikan, menjaga sejarah, kesenian dan budaya adalah wujud dari cinta tanah air dan bangsa. Semoga desa Panjer yang penuh sejarah tersebut segera mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan pihak – pihak yang terkait lainnya. Begitu juga dengan riwayat Trukahan dan Ki Singa Patra yang nyaris hilang dari babad sejarah Kebumen, semoga bisa dijadikan salah satu pegangan dalam melestarikan sejarah desa Kebumen yang sesungguhnya dalam rangka menghidupkan kembali Kearifan Budaya Lokal. Desa Panjer yang penuh nilai sejarah dan sangat memungkinkan untuk dikembangkan dengan menjadikan puing – puing Pabrik Sari Nabati menjadi tempat wisata sejarah dan spiritual layaknya Benteng Vander Wijk Gombong itu kiranya akan menambah aset Budaya Kabupaten Kebumen.

Sumber Pustaka :
Sejarah Nasional Indonesia
Babad Kadhiri
Kidung Kejayaan Mataram
Babad Kebumen, R. Soemodidjojo

Senin, 22 Oktober 2012

RIWAYAT SEKJEN PBB DARI DULU HINGGA SEKARANG


1. Trygve Lie
Trygve Lie adalah seorang politikus berkebangsaan Norwegian. Lahir di kota Oslo, Norwegia pada16 Juli 1896 dan meninggal 30 Desember 1968 di Geilo, Norwegia. Istrinya bernama Hjordis Jorgensen. Trygve Lie merupakan orang pertama yang memegang jabatan Sekretaris Jenderal PBB. Beliau memegang jabatan itu dari tanggal 2 Februari 1946 sampai 10 November 1952. Trygve Lie mengakiri jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal PBB karena mengundurkan diri dan digantikan oleh Dag Hammarskjold. "Anda akan memasuki pekerjaan terpenting di dunia ini". Dengan kata-kata inilah Trygve Halvdan Lie menyerahkan mandatnya sebagai Sekretaris Jendral PBB kepada Dag Hammarskjold. Saat itu Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang menghadapi krisis paling serius, dan Lie memutuskan melepaskan mandatnya.

2. Dag Hammarskjold
Dag Hammarskjold memiliki nama lengkap Dag Hjalmar Agne Carl Hammarskjold adalah seorang diplomat Swedia. Dag Hammarskjold dilahirkan di kota Jonkoping, Swedia pada 29 Juli 1905. Setelah dewasa pindah ke Uppsala, tempat ayahnya menjabat sebagai Gubernur Kaunti. Banyak jabatan penting yang pernah dipegangnya, antara lain: Menjadi Dosen Senior Ilmu Ekonomi pada 1933, Wakil Sekretaris dalam Kementerian Keuangan selama 10 tahun, Ketua Delegasi Swedia ke perundingan OECD antara 1947-1948, Wakil Sekretaris Tetap di Kementerian Luar Negeri antara 1949-1951, dan kemudian bergabung dengan pemerintahan sebagai menteri negara non-politik dengan kisaran isu internasional yang luas. Pada 10 April 1953, Dag Hammarskjold diangkat menjadi Sekretaris Jendral PBB yang kedua menggantikan Trygve Lie.

Dag Hammarskjold terkenal sebagai pemimpin terdedikasi dengan visi luas untuk jabatannya. Digerakkan dengan kebulatan tekad pribadinya untuk efektif dengan bereaksi cepat terhadap krisis-krisis yang dihadapi, ia mencoba memecahkan masalah di tahap pertama, masalah yang ia percaya hanya akan menjadi rumit bila ditunda. Selama masa jabatannya, ia juga memperkenalkan diplomasi diam untuk membuka debat yang bisa menimbulkan konflik lebih dalam. Dag Hammarskjold membawa otoritas baru untuk mandatnya sebagai Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia memelihara pendirian netral dalam cara kerjanya dan menekankan tanggung jawab PBB untuk menjamin kepentingan dan hak yang berkaitan dengan. Hammarskjold juga menggagas penggunaan angkatan perdamaian PBB dan kebijakan ini menjadi ciri tetap dalam usaha penjagaan perdamaian PBB.

Dag Hammarskjold juga memiliki kepribadian budaya yang kuat. Ia diakui sebagai penulis, penerjemah, dan salah satu dari 18 anggota Akademi Swedia.Selama masa jabatannya, Hammarskjold berhasil memperbaiki konsekuensi 3 krisis dunia: krisis Suez pada 1956, dan dalam konflik di Libanon dan Laos. Saat perang saudara pecah di Kongo, Hammarskjold membantu meminta pasukan PBB dikirim ke daerah itu dan secara pribadi ia mencoba menengahi mereka yang bertengkar. Selama salah satu misi ini, pada 17 September 1961, Hammarskjold terbunuh dalam kecelakaan pesawat di daerah yang kini bernama Zambia. Secara anumerta Dag Hammarskjold dianugerahi Penghargaan Perdamaian Nobel pada 1961.

3. U Thant
Maha Thray Sithu U Thant atau biasa dipanggil U Thant adalah seorang diplomat dari Myanmar. Lahir di Pantanaw, Myanmar pada 22 Januari 1909 dan meninggal di New York, Amerika Serikat pada 25 November 1974. Istrinya bernama Daw Thein Tin. U Thant menduduki jabatan Sekretaris Jenderal PBB sejak 30 November 1961, menggantikan Dag Hammarskjold yang tewas karena kecelakaan pesawat pada bulan September 1961. U Thant merupakan Sekretaris Jenderal PBB pertama dari Asia. U Thant mengakhir jabatannya sebagai Sekjen PBB pada 1 Januari 1972 dan digantikan oleh Kurt Josef Waldheim.

4. Kurt Waldheim

Kurt Josef Waldheim adalah seorang diplomat Austria dan politikus konservatif. Lahir 21 Desember 1918 di Sankt Andra-Wordern near Vienna, Austria Jerman dan meninggal 14 Juni 2007 di Vienna, Austria dalam usia 88 tahun. Istrinya bernama Elisabeth Waldheim. Kurt Josef Waldheim menjabat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa sejak 1 Januari 1972 sampai 1 Januari 1982. Sebelum menjabat Sekretaris Jenderal PBB, Kurt Josef Waldheim pernah menjadi Presiden Federal Austria pada periode 1986-1992 dan merupakan mantan presiden Austria tertua. Dalam jabatan sebagai Sekretaris Jenderal PBB, Kurt Josef Waldheim juga termasuk yangtertua.

5. Javier Perez de Cuellar
Javier Perez de Cuellar de la Guerra atau Javier Perez de Cuellar adalah seorang diplomat Peru yang lahir di Lima, Peru pada 19 Januari 1920. Istrinya bernama Marcela Temple. Javier Perez de Cuellar menjabat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak 1 Januari 1982 sampai 31 Desember 1991. Sebelum menjadi Sekjen PBB, Javier Perez de Cuellar perbah kalah berpacu dengan Alberto Fujimori untuk jabatan Presiden Peru. Ia adalah Presiden Dewan Menteri, sebagaimana MenLu dari November 2000 sampai Juli 2001, selama periode turbulensi menyusul pengunduran Fujimori karena dugaan korupsi. Pada September 2004, ia berhenti dari jabatannya sebagai Duta Besar Peru untuk Perancis.

Perez de Cuellar bergabung dengan Kementerian Luar Negeri pada 1940 dan dinas diplomatik pada 1944, kemudian menjabat sebagai Sekretaris di KeduBes Peru di Prancis, Britania Raya, Bolivia, dan Brazil. Lalu ia menjabat sebagai Duta Besar Swiss, Uni Soviet, Polandia, dan Venezuela.Ia adalah anggota delegasi Peru kepada MU pada sesi pertamanya pada 1946 dan anggota delegasi sesi ke-25 melalui ke-30 di sana. Pada 1971, ia diangkat sebagai perwakilan tetap Peru kepada PBB, dan ia memimpin delegasi negaranya ke semua sesi di MU dari saat itu hingga 1975. Pada 1973 dan 1974, ia mewakili negaranya dalam DK PBB, menjabat sebagai Presiden Dewan di waktu peristiwa di Siprus pada Juli 1974. Pada 18 September 1975, ia diangkat sebagai Perwakilan SekJen di Siprus – kedudukan yang dipegangnya hingga Desember 1977, saat ia bergabung kembali dengan Agen Rahasia Peru. Pada 27 Februari 1979, ia diangkat sebagai Sekretaris Muda PBB untuk Urusan Politik Khusus. Dari April 1981, saat masih tetap memegang jabatan itu, ia bertindak sebagai Perwakilan Pribadi SekJen pada situasi di Afganistan. Dalam kapasitas ini, ia mengunjungi Pakistan dan Afganistan pada bulan April dan Agustus di tahun itu untuk melanjutkan perundingan yang digagas SekJen beberapa bulan sebelumnya.

Pada 31 Desember 1981, Perez de Cuellar menggantikan Kurt Waldheim menjadi Sekretaris Jenderal PBB untuk masa kedua pada Oktober 1986. Selama 2 masa jabatannya, ia memimpin mediasi antara Britania Raya dan Argentina setelah Perang Malvinas dan memperkembangkan usaha Grup Contadora untuk membawa perdamaian dan stabilitas di Amerika Tengah. Ia juga menengahi perundingan buat kemerdekaan Namibia, konflik di Sahara Barat antara Maroko dan Front Polisario, serta isu Siprus. Masa jabatan keduanya sebagai SekJen berakhir pada Januari 1992.

6. Boutros Boutros Ghali
Boutros Boutros Ghali adalah seorang kebangsaan Mesir yang lahir pada 14 November 1922 di Kairo, Mesir. Istrinya bernama Leia Maria Boutros Ghali. Boutros Boutros Ghali menjabat sebagai Sekjen PBB dari 1 Januari 1992 hingga Desember 1996. Boutros Boutros Ghali berasal dari keluarga Kristen Koptik (Boutros adalah bentuk Arabik dari Petros, bentuk Koptik dari nama Peter) yang telah memberikan Mesir seorang Perdana Menteri (Boutros Ghali, 1846 – 1910). Dia lulus dari Universitas Kairo pada tahun 1946 dan mendapat Ph.D. dalam hukum internasional dari Universitas Paris dan juga diploma dalam hubungan internasional dari Institut Ilmu Politik Paris (lebih dikenal dengan sebutan sederhana Sciences Po) pada tahun 1949. Tahun yang sama, dia ditunjuk menjadi Profesor Hukum Internasional dan Hubungan Internasional di Universitas Kairo, posisi yang ia pegang sampai 1977. Dia menjadi Presiden Pusat Studi Politik dan Strategis pada 1975 dan Presiden Perkumpulan Studi Politik Afrika pada 1980. Dia menjadi Pelajar Riset Fulbright di Universitas Columbia dari 1954 sampai 1955, Direktur Pusat Riset di Akademi Hukum Internasional Den Haag dari 1963 sampai 1964, dan Visiting Professor di Fakultas Hukum Universitas dari 1967 sampai 1968.

Boutros Boutros Ghali telah lama dikaitkan dengan pihak yang berkuasa di Mesir. Karier politiknya menanjak pada zaman mantan presiden Anwar El-Sadat. Dia adalah anggota Komite Pusat Persatuan Sosialis Arab (1974-1977). Dia telah menjabat di Kementrian Negara Urusan Luar Negeri Mesir semenjak 1977 sampai awal 1991. Dia lalu menjadi Wakil Menteri Luar Negeri untuk beberapa bulan sebelum pindah ke PBB. Sebagai Menteri Negara Urusan Luar Negeri, dia memainkan peranan dalam persetujuan perdamaian antara Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin.

7. Kofi Annan
Kofi Atta Annan atau Kofi Annan adalah seorang diplomat asal Ghana yang lahir pada 8 April 1938 di Kumasi, Ghana. Istrinya bernama Titi Alakija Nane Maria Annan dan sudah cerai.Ia menjabat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa pada periode 1 Januari 1997 hingga 31 Desember 2006 untuk dua kali masa jabatan lima tahunan. Pada 1 Januari 2007, ia digantikan Ban Ki-moon. Ia pernah meraih Penghargaan Nobel Perdamaian pada 2001. Sejak Juni 2007, ia memimpin Aliansi untuk Revolusi Hijau di Afrika, sebuah organisasi yang bertujuan meningkatkan hasil produksi pertanian dan perkebunan di Afrika sekaligus melawan kelaparan, kekurangan persediaan air bersih, dan erosi tanah. Organisasi itu dibentuk tahun 2006 oleh Yayasan Bill dan Melinda Gates serta Yayasan Rockefeller dengan dana bantuan 150 juta USD.

Kofi Annan anak dari Victoria dan Henry Reginald Annan yang lahir di wilayah Kofandros Kumasi, Ghana. Nama "Kofi" berarti "terlahir pada hari Jumat". Annan yang lahir sebagai anak kembar dianggap sebuah peristiwa spesial oleh tradisi Ghana. Saudara kembarnya (Efua) meninggal pada tahun 1991. Keluarga Annan merupakan bagian kelompok elit Ghana. Kedua kakeknya serta pamannya adalah kepala suku. Ayahnya berdarah setengah Asante dan setengah Fante, sedang ibunya seorang suku Fante. Ayah Annan bekerja cukup lama sebagai manajer ekspor perusahaan cokelat Lever Brothers. Dari tahun 1954-1957, Annan bersekolah di sekolah elit Mfantsipim, sebuah sekolah berasrama Methodis di Cape Coast yang didirikan pada tahun 1870-an. Annan pernah mengatakan bahwa sekolahnya mengajarkan bahwa "penderitaan di mana-mana memprihatinkan orang-orang di mana-mana." Pada 1957, ketika ia lulus dari Mfantsipim, Ghana menjadi koloni Britania pertama di daerah Sub-Sahara yang merdeka.

Pada 1958, Annan mulai belajar untuk mencapai gelar dalam ilmu ekonomi Sekolah Tinggi Sains dan Teknologi Kumasi, yang kini berubah namanya menjadi Universitas Sains dan Teknologi Kwame Nkrumah. Ia memperoleh bea siswa Ford Foundation yang menolongnya menyelesaikan studinya di Macalester College di St. Paul Minnesota, Amerika Serikat pada tahun 1961. Ia kemudian melanjutkan studi di Institut universitaire des ahutes etudes internationales di Jenewa (Swiss) pada periode 1961-1962, dan kemudian mengikuti program Sloan Fellows di MIT Sloan School of Management (1971-1972) dan menerima gelar Master of Sciende. Annan fasih berbahasa Inggris, Perancis, Kru, dialek-dialek lain dari bahasa-bahasa Akan, dan bahasa-bahasa Afrika lainnya. Ia menikah dengan Nane Maria (Lagergren) Annan dari Swedia, seorang pengacara dan artis yang merupakan kemenakan tiri Raoul Wallenberg. Annan mempunyai dua orang anak, Kojo Annan dan Ama, dari pernikahannya sebelumnya dengan Titi Alakija, seorang perempuan Nigeria. Ia bercerai dengan Alakija pada akhir tahun 1970-an. Nane Annan juga mempunyai seorang anak, Nina Cronstedt de Groot, dari pernikahannya sebelumnya.

Pada 1962, Annan bekerja sebagai pegawai anggaran untuk Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), sebuah badan PBB. Dari 1974-1976, ia bekerja sebagai Direktur Pariwisata di Ghana. Sesudah itu, ia bekerja kembali di PBB sebagai Asisten Sekretaris Jenderal di tiga posisi berurutan: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Koordinator Keamanan (1987-1990), Perencanaan Program, Anggaran dan Keuangan, dan Pengawas (1990-1992), serta Operasi Penjaga Perdamaian (Maret 1993-Februari 1994). Dalam bukunya Shake Hands with the Devil: The Failure of Humanity in Rwanda (Berjabat Tangan dengan Iblis: Kegagalan Umat Manusia di Rwanda), bekas Jenderal Roméo Dallaire yang menjabat sebagai komandan pasukan UNAMIR mengklaim bahwa Annan terlalu pasif dalam menanggapi genosida suku Tutsi pada 1994 di Rwanda. Jen. Dallaire dengan terang-terangan mengatakan bahwa Wakil Sekretaris Jenderal untuk Operasi Penjaga Perdamaian mencegah pasukan-pasukan PBB ikut campur dalam memecahkan konflik dan dalam memberikan lebih banyak dukungan logistik dan materi. Misalnya, ia mengklaim bahwa Annan gagal memberikan tanggapan terhadap faks Dallaire yang dikirim berulang-ulang memintanya agar diberikan akses ke gudang senjata, yang mestinya dapat menolong membela suku Tutsi. Namun Dallaire mengakui bahwa Annan adalah orang yang dirasakannya sangat "tinggi komitmennya" terhadap prinsip-prinsip pembentukan PBB. Annan saat itu menjabat Wakil Sekretaris Jenderal sampai Oktober 1995 ketika ia diangkat sebagai Utusan Khusus Sekretaris Jendearl PBB ke bekas Yugoslavia. Ia bertugas selama lima bulan dalam kapasitas ini dan kembali ke tugas-tugasnya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal pada April 1996.

Pada 13 Desember 1996, Annan terpilih oleh Dewan Keamanan PBB sebagai Sekretaris Jenderal, dan dikukuhkan empat hari kemudian lewat pemungutan suara di Majelis Umum. Annan segera mengambil sumpah jabatan, dan memulai masa jabatannya yang pertama sebagai Sekretaris Jenderal pada 1 Januari 1997. Annan menggantikan Sekretaris Jenderal Boutros Boutros-Ghali dari Mesir, yang berakhir masa jabatannya. Ia menjadi orang pertama dari sebuah negara Afrika Hitam yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Masa jabatan Annan sebagai Sekjen diperbarui pada 1 Januari 2002, dalam sebuah penyimpangan yang tidak lazim dari kebijakan yang tak resmi. Jabatan ini biasanya berotasi di antara benua, masing-masing dengan dua masa jabatan. Karena pendahulu Annan adalah Boutros-Ghali yang juga berasal dari Afrika, Annan biasanya hanya akan menjabat satu masa jabatan. Perpanjangan masa jabatannya menunjukkan popularitas Annan. Mark Malloch Brown menggantikan Louise Frechette sebagai Wakil Sekretaris Jendearl Annan pada April 2006.

8. Ban Ki-moon
Ban Ki-moon adalah seorang diplomat Korea Selatan dan kini menjabat Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menggantikan Kofi Annan yang telah menyelesaikan masa jabatannya pada 1 Januari 2007. Ban Ki-moon pernah menjabat sebagai menteri luar negeri Republik Korea pada periode Januari 2004 hingga 1 November 2006. Pada 13 Oktober 2006, ia terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kedelapan pada Sidang Umum PBB dan dilantik pada 14 Desember 2006. Pada 21 Juni 2011 terpilih untuk menjalankan periode keduanya sebagai Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat hasil Sidang Umum untuk masa jabatan 2012 hingga 2016.

Ban Ki-moon lahir di Eumseong di sebuah desa kecil di Chungcheong Utara pada tanggal 13 Juni 1944. Waktu itu akhir masa Penjajahan Jepang di Korea. Ia dan keluarganya pindah ke kota kecil dekat Chungju dimana ia dibesarkan disana. Selama masa kecilnya, ayah Ban memiliki bisnis pergudangan, namun gudang tersebut bangkrut dan keluarganya mengalami kesulitan ekonomi. Ketika Ban berumur 6 tahun, keluarganya pindah ke daerah pegunungan selama Perang Korea. Setelah perang usai, keluarganya kembali lagi ke Chungju. Di sekolah menengah atas (SMA Chungju), Ban menjadi bintang kelas, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggris. Pada tahun 1952, ia terpilih mewakili kelasnya untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjold, tetapi tidak pernah diketahui apakah pesan tersebut terkirim atau tidak. Pada tahun 1962, Ban memenangkan sebuah lomba menulis esai yang disponsori oleh Palang Merah dengan hadiah perjalanan ke Amerika Serikat. Disana ia tinggal di San Fransisco bersama dengan keluarga tamu selama beberapa bulan. Sebagai bagian dari hadiah perjalanan tersebut, Ban bertemu dengan Presiden AS John F. Kennedy. Ketika seorang jurnalis yang berada di lokasi pertemuan tersebut mewawancarai Ban tentang apa yang ia ingin lakukan ketika menjadi dewasa, ia menjawab: "Saya ingin menjadi seorang diplomat."

Ban Ki-moon memperoleh gelar sarjananya dalam Hubungan Internasional dari Universitas Nasional Seoul pada tahun 1970 dan memperoleh gelar Master dalam bidang Administrasi Publik dari Sekolah Pemerintahan John F. Kennedy di Universitas Harvard pada 1985. Di Harvard, ia belajar dibawah didikan Joseph Nye yang mengenal Ban karena memiliki "sebuah kombinasi yang langka antara analisis yang jelas, kerendahan hati dan sikap protektif." Ban dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dibidang hukum oleh Universitas Malta pada 22 April 2009. Ia kemudian juga menerima penghargaan Doktor Hukum oleh Universitas Washington pada Oktober 2009. Selain berbahasa Korea sebagai bahasa asalnya, ia juga mampu berbahasa Inggris, Perancis, Jepang, dan Jerman. Akan tetapi, kemampuannya berbahasa Perancis, bahasa yang diisyaratkan sebagai bahasa yang wajib dikuasai oleh Sekretaris Jenderal PBB, masih diragukan.

Ban Ki-moon bertemu dengan Yoo Soon-taek pada tahun 1962 ketika mereka menjadi siswa sekolah menengah atas. Ban berumur 18 tahun, dan Yoo Soon-taek adalah wakil ketua organisasi kesiswaan sekolah menengah. Ban Ki- moon menikah dengan Yoo Soon-taek pada tahun 1971. Mereka memiliki tiga anak: dua perempuan dan satu laki-laki. Anak perempuan tertuanya, Seon-yong (lahir 1972) bekerja untuk Yayasan Korea di Seoul. Anak laki-lakinya, Woo-hyun (lahir 1974) meraih gelar MBA dari Sekolah Manajemen Anderson UCLA di Universitas California, Los Angeles dan bekerja untuk sebuah firma investasi di New York. Anak perempuan yang paling kecil, Hyun-hee (lahir 1976), adalah pengawas lapangan untuk UNICEF di Nairobi, Kenya. Setelah pemilihannya sebagai Sekretaris Jenderal, Ban menjadi ikon di kota tempat ia tinggal dimana keluarga besarnya tinggal. Sekitar 50.000 orang berkumpul di sebuah lapangan bola di Chungju untuk merayakan hasil pemilihan tersebut. Beberapa bulan setelah pemilihannya, ribuan praktisi feng shui mengunjungi desanya untuk mencari tahu bagaimana desa tersebut dapat menghasilkan orang penting semacam Ban. Ban sendiri bukanlah anggota dari gereja manapun atau kelompok religi dan ia menolak untuk menjelaskan secara rinci tentang kepercayaannya: "Sekarang, sebagai Sekretaris Jenderal, bukanlah waktu yang tepat untuk membahas tentang kepercayaan saya berkaitan dengan agama atau Allah apapun. Jadi mungkin kita akan membahas hal mengenai masalah pribadi di lain kesempatan." Ibu Ban sendiri dikabarkan beragama Buddha

Dalam Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Ban dipanggil dengan sebutan Ban-jusa, yang artinya "Sang Birokrat" atau "pegawai administratif". Nama tersebut digunakan untuk tujuan positif maupun negatif: pujian atas perhatian Ban terhadap hal yang detail dan kemampuan administratif sementara ejekan untuk menunjukkan kurangnya karisma dan sikap patuh yang berlebihan kepada atasannya. Korps media Korea menyebutnya dengan "belut yang licik" atas kemampuannya untuk menghindari pertanyaan. Pembawaan dirinya sering dideskripsikan menggunakan "pendekatan Konfusius". Setelah lulus dari universitas, Ban meraih angka tertinggi dalam tes pelayanan luar negeri Korea. Ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea Selatan pada Mei 1970 dan karirnya terus menanjak selama masa Konstitusi Yusin. Penempatannya yang pertama di luar negeri adalah di New Delhi, India dimana Ban bekerja sebagai wakil konsul dan menarik perhatian banyak atasannya di kementerian luar negeri dengan kompetensinya, Ban dikabarkan lebih memilih untuk menerima sebuah penempatan di India dibandingkan dengan Amerika Serikat, karena di India ia dapat berhemat dan mengirimkan lebih banyak uang untuk keluarganya. kemudian menempati pos di Divisi Perserikatan Bangsa-bangsa di markas besar Kementrian Luar Negeri. Pada tahun 1974, Ban menerima pengirimannya pertamanya ke PBB, sebagai Sekretaris Pertama pada Misi Pengamat Tetap Republik Korea (Korea Selatan menjadi anggota penuh PBB pada 17 September 1991). Setelah pembunuhan Park Chung-hee pada tahun 1979, Ban mengambil alih pos Direktur pada Divisi PBB.

Pada tahun 1980, Ban menjadi direktur untuk Biro Traktat dan Organisasi Internasional PBB yang bermarkas di Seoul. Ia pernah ditempatkan dua kali di Kedutaan Besar Korea di Washington DC. Di antara kedua penempatannya ini, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal untuk Urusan Amerika pada 1990-1992. Ia kemudian dipromosikan menjadi Wakil Menteri untuk Perencanaan Kebijakan dan Organisasi Internasional pada 1995. Kemudian ia diangkat menjadi Penasihat Keamanan Nasional untuk Presiden pada 1996, dan menjabat sebagai Wakil Menteri pada 2000. Penempatannya yang paling terakhir adalah sebagai Penasihat Kebijakan Luar Negeri untuk Presiden Roh Moo-hyun. Ketika menjadi Duta Besar untuk Austria, ia terpilih sebagai Ketua Komisi Persiapan bagi Organisasi Perjanjian Pelarangan Uji-coba Nuklir yang Menyeluruh (CTBTO PrepCom) pada 1999. Ketika tiba giliran Korea menjabat sebagai ketua Sesi ke-56 dari Sidang Umum PBB pada 2001, ia bertugas sebagai Chef de Cabinet dari Ketua Sidang Umum.

Pada tahun 2004, Ban menggantikan Yoon Young-kwan sebagai Menteri Luar Negeri Korea Selatan dibawah kepemimpinan Presiden Roh Moo-hyun. Pada awal masa jabatannya, Ban menghadapi dua krisis utama: Di bulan Juni 2004, Kim Sun-il, seorang penerjemah Korea diculik dan dibunuh di Irak oleh kelompok ekstrem; dan pada bulan Desember 2004, banyak warga Korea Selatan yang meninggal akibat tsunami di Samudra Hindia. Popularitasnya naik setelah pembicaraan dengan Korea Utara mengalami kemajuan. Ban aktif terlibat dalam isu yang berkaitan dengan relasi antar Korea. Pada September 2005, sebagai menteri luar negeri, Ban memegang peranan penting dalam usaha-usaha diplomatik untuk mengadopsi Pernyataan Bersama dalam memecahkan masalah nuklir Korea Utara pada Putaran Keempat dari Perundingan enam negara yang diselenggarakan di Beijing, Republik Rakyat Cina.

Pada Februari 2006, Ban menyatakan pencalonannya untuk menggantikan Kofi Annan sebagai Sekretaris Jenderal PBB pada akhir 2006. Ini adalah kali pertama seorang Korea Selatan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan tersebut. Dalam masa kampanye sebagai calon Sekretaris-Jenderal, Ban melakukan sejumlah orasi di Asia Society dan Dewan Hubungan Internasional di New York. Selain harus mendapatkan dukungan dari komunitas diplomat, Ban juga harus melewati hak veto yang mungkin dapat diberikan kepadanya oleh 5 anggota tetap Dewan Keamanan: RRC, Perancis, Rusia, Britania Raya dan Amerika Serikat. Ban populer di Washington dengan kebijakan mengirimkan pasukan Korea Selatan ke Irak. Tetapi Ban juga melawan beberapa kebijakan AS: ia memberikan dukungannya kepada Mahkamah Pidana Internasional dan meminta agar tidak terjadi pendekatan secara konfrontasi dengan Korea Utara. Ban mengatakan bahwa selama masa kampanyenya ia akan melakukan kunjungan ke Korea Utara untuk bertemu secara pribadi dengan Kim Jong-il. Ban dipandang sebagai seseorang yang dingin, berbeda dengan Kofi Annan yang dinilai memiliki kharisma namun lemah dalam mengatur masalah yang sedang berkembang misalnya dalam program pengadaan minyak sayur untuk Irak.

Ban juga berjuang untuk mendapatkan persetujuan dari Perancis. Biografi resmi yang dimilikinya mencatat bahwa ia mampu berbahasa Inggris dan Perancis, dua bahasa utama yang digunakan di sekretariat PBB. Ia berulang kali kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh para wartawan dalam bahasa Perancis. Dalam sebuah konferensi pers pada 11 Januari 2007, ia menyatakan bahwa "Bahasa Perancis saya mungkin bisa lebih diperbaiki, dan saya akan terus berusaha memperbaikinya. Saya telah mengambil kursus bahasa Perancis dalam beberapa bulan ini. Saya pikir, walaupun bahasa Perancis saya tidak bagus, saya akan tetap beruaha mempelajarinya." Dengan semakin dekatnya pemilihan Sekretaris-Jenderal, kritikan terhadap Ban sebagai wakil Korea Selatan semakin meningkat. Beberapa artikel menuliskan bahwa Ban telah menemui semua anggota Dewan Keamanan dalam perannya sebagai Menteri Luar Negeri dan Perdagangan untuk mendapatkan dukungan lewat perjanjian kerjasama dalam bidang perdagangan dengan negara - negara Eropa serta janji untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang. Menurut The Washington Post,"calon lain telah mengungkapkan kekesalannya kepada Korea Selatan, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kesebelas di dunia karena telah menggunakan pengaruh ekonominya untuk memperkuat pencalonan Ban." Atas pernyataan ini, Ban membalasnya dengan mengatakan bahwa “Sebagai seorang calon pemimpin, saya tahu bahwa saya akan menjadi target atas proses yang sedang diamati oleh banyak kepentingan ini dan saya adalah orang yang memegang integritas."

Ban menduduki tempat teratas pada setiap kali pengumpulan pendapat yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB pada 24 Juli,14 September, dan 28 September. Dalam pengumpulan pendapat kedua, ia memperoleh 14 suara "yang menggembirakan" dan 1 suara "yang mengecewakan". The Australian melaporkan bahwa satu suara yang mengecewakan itu berasal dari Qatar, yang menyiratkan bahwa Ban mendapatkan dukungan dari kelima anggota tetap Dewan Keamanan yang mempunyai hak untuk memveto kandidat. Pada pengumpulan pendapat ketiga, Ban memperoleh 13 suara yang menggembirakan, satu suara yeng mengecewakan, dan satu suara “tidak ada pendapat”. Tidak jelas apakah ke-13 pendukungnya kali ini mencakup kelima anggota tetap Dewan Keamanan. Pengumpulan pendapat keempat dilangsungkan pada 2 Oktober. Pengumpulan suara kali ini diberi kode warna untuk membedakan antara suara anggota tetap dan yang tidak tetap. Pada pemungutan suara final secara informal yang diadakan pada 2 Oktober dalam Dewan Keamanan, Ban menerima empat belas suara yang menyatakan setuju serta satu suara abstain dari anggota Dewan Keamanan PBB. Satu suara abstain diberikan oleh delegasi Jepang yang menentang ide seorang berkebangsaan Korea menduduki peran sebagai Sekretaris-Jenderal. Dukungan yang sangat besar kepada Ban oleh seluruh anggota Dewan Keamanan PBB, Jepang akhirnya mendukung Ban untuk mengurangi kontroversi. Hal lain yang lebih penting, Ban adalah satu-satunya calon yang terhindar dari hak veto, kandidat lainnya minimal menerima satu suara "tidak" oleh anggota tetap Dewan Keamanan. Setelah pemilihan, Shashi Tharoor, yang menduduki tempat kedua kemudian mundur dari pencalonan dirinya. dan Wakil Tetap RRC untuk PBB mengatakan kepada media bahwa "semuanya telah jelas berdasarkan hasil pemungutan suara hari ini bahwa Ban Ki-Moon adalah kandidat yang akan direkomendasikan oleh Dewan Keamanan kepada Majelis Umum."

Pada 9 Oktober, Dewan Keamanan PBB resmi mencalonkan Ban sebagai Sekretaris Jenderal PBB yang baru. Keputusan ini masih harus dikukuhkan oleh Sidang Umum PBB yang akan bertemu pada akhir tahun 2006. Pada 13 Oktober, 192 anggota Majelis Umum mengesahkan Ban sebagai Sekretaris-Jenderal. Saat Ban menjadi Sekretaris-Jenderal, di tahun 2007, The Economist membuat daftar tantangan yang harus ia hadapi:"meningkatnya ancaman nuklir di Iran dan Korea Utara, konflik di Darfur, kekerasan yang tidak pernah selesai di Timur Tengah, ancaman bencana alam, meningkatnya ancaman terorisme internasional, berkembangnya senjata pemusnah massal, penyebaran HIV/AIDS dan beberapa hal lain seperti bisnis raksasa yang tidak pernah habis mengenai usaha untuk mereformasi dalam sejarah PBB." Sebelumnya, Kofi Annan bercerita mengenai Trygve Lie, Sekretaris-Jenderal yang pertama, ia meninggalkan pesan kepada penerusnya, Dag Hammarskjöld, "Kamu akan mengambil alih pekerjaan paling penting di dunia." Pada 23 Januari 2007 Ban mulai bekerja sebagai Sekretaris-Jenderal PBB kedelapan. Masa jabatan Ban sebagai Sekretaris-Jenderal dimulai dengan kejutan. Pada 2 Januari 2007, awal pertemuannya dengan pers sebagai Sekretaris-Jenderal, ia menolak menjatuhkan hukuman mati kepada Saddam Hussein yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Irak. Pernyataan Ban bertolak belakang dengan kesepakatan jangka panjang dari PBB mengenai penolakan pinalti hukuman mati sebagai sebuah kepentingan hak asasi manusia. Ia segera mengklarifikasi pernyataannya dalam kasus Barzan al-Tikriti dan Awad al-Bandar, dua petinggi utama yang dinyatakan bersalah atas meninggalnya 148 kaum Muslim Syiah di desa Dujail, Irak pada dekade 1980an. Dalam sebuah pernyataan lewat juru bicaranya pada 6 Januari, ia "dengan keras mendesak pemerintah Irak untuk memberikan penundaan eksekusi kepada mereka yang akan dihukum mati dalam waktu dekat." Dalam isu yang lebih luas, ia mengatakan kepada seorang audiensi di Washington, D.C. bahwa ia mendorong "tren global yang sedang berkembang dalam himpunan masyarakat internasional, hukum internasional dan kebijakan domestik serta kebiasaan untuk menarik secara bertahap kebijakan pinalti hukuman mati" Kabinet

Ban Ki-moon bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pada awal Januari, Ban menunjuk beberapa anggota penting dalam kabinetnya. Asha-Rose Migiro, professor dan menteri luar negeri asal Tanzania dipilih untuk menjabat sebagai Deputi Sekretaris Jenderal - sebuah regenerasi yang menggembirakan bagi para diplomat Afrika karena mereka tidak kehilangan wakilnya setelah Annan tidak lagi menjabat. Jabatan Wakil Sekretaris-Jenderal Manajemen diisi oleh Alicia Bárcena Ibarra dari Meksiko. Sebelumnya Bárcena bekerja sebagai kepala staf dibawah pimpinan Annan. Penunjukkannya oleh Ban dipandang sebagian orang sebagai kritik dan indikasi yang diperkirakan tidak akan membuat perubahan besar dalam birokrasi PBB. Ban menunjuk Sir John Holmes, Duta Besar Britania Raya untuk Perancis, sebagai Wakil Sekretaris Jenderal untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat. Pada awalnya, Ban menyatakan bahwa ia akan menunda membuat janji lain hingga putaran pertama program reformasi PBB terlaksana, tetapi kemudian ia mengabaikan ide ini setelah menerima kritik. Pada bulan Februari, ia melanjutkan janjinya, memilih B. Lynn Pascoe, Duta Besar AS untuk Indonesia, menjadi Wakil Sekretaris-Jenderal untuk urusan politik. Jean-Marie Guéhenno, diplomat asal Perancis yang telah bekerja pada periode Annan sebagai Wakil Sekretaris-Jenderal untuk operasi perdamaian dipertahankan posisinya. Ban memilih Vijay K. Nambiar sebagai Kepala Staf. Janji untuk menempatkan banyak wanita di bagian jabatan yang penting dilihat sebagai janji kampanye yang direalisasikan oleh Ban. Selama satu tahun sebagai Sekretaris Jenderal, jabatan utama dan penting dipegang oleh wanita lebih banyak daripada masa - masa sebelumnya. Walaupun tidak ditunjuk langsung oleh Ban, Presiden Sidang Umum, Haya Rashed Al-Khalifa, menjadi wanita ketiga yang memegang posisi tersebut dalam sejarah PBB.

Ban mengajukan dua restrukturisasi besar selama bulan-bulan awal jabatannya; memisahkan operasi perdamaian PBB menjadi dua departemen dan menggabungkan bagian urusan politik dengan departemen perlucutan senjata. Rencana ini mendapat perlawanan dari anggota Sidang Umum PBB yang menolak agar rencana Ban dapat segera diterima. Rencana penggabungan ini juga dikritisasi oleh banyak negara berkembang. Rumor yang beredar bahwa Ban mengharapkan menempatkan seorang Amerika, B. Lynn Pascoe di kantor baru. Alejandro D. Wolff, kemudian bertindak sebagai Duta Besar Amerika Serikat, kata Amerika Serikat membalas rencana tersebut. Sekretaris-Jenderal PBB memilik peran untuk terlibat aktif dalam debat mengenai hampir seluruh isu - isu global. Walaupun tidak berhasil dalam beberapa bidang, Annan sebagai pendahulu Ban berhasil meningkatkan peran PBB dalam bidang perdamaian dan memopulerkan Sasaran Pembangunan Milenium. Para pengamat PBB menunggu isu-isu yang akan diangkat dan difokuskan oleh Ban, sebagai bagian dari janjinya untuk mereformasi birokrasi PBB. Pemanasan global

Mantan Presiden AS George W. Bush berbincang dengan Sekretaris-Jenderal PBB Ban Ki-moon. Dalam pertemuan mereka, Ban menekankan masalah kurangnya kepedulian Amerika Serikat terhadap masalah pemanasan global. Ban mengungkapkan bahwa pemanasan global adalah salah satu isu penting dalam kebijakannya. Dalam pertemuan dengan presiden Amerika Serikat George W. Bush di Gedung Putih, Ban mendesak Bush untuk mengambil langkah membatasi emisi gas rumah kaca. Pada 1 Maret 2007, dalam pidatonya sebelum sidang Majelis Umum PBB, Ban lebih lanjut menekankan kepeduliannya terhadap pemanasan global. Ia menyatakan “Bagi generasi saya, lahir pada masa sulitnya Perang Dingin, ketakutan terhadap nuklir musim dingin sepertinya menjadi masalah yang amat penting. Namun dampak yang ditimbulkan atas perang dan dampaknya bagi planet kita sangat berhubungan erat dengan masalah perubahan iklim."

Pada Kamis, 22 Maret 2007, ketika Ban melakukan kunjungan di Timur Tengah, sebuah bom mortar meledak sekitar 80 meter dari tempat dimana Sekretaris-Jenderal berdiri, mengganggu kegiatan jumpa pers yang diadakan di zona hijau Baghdad. Kejadian ini mengejutkan Ban dan yang lainnya. Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut. PBB telah membatasi aktivitasnya di Irak setelah perwakilannya di Baghdad diledakkan pada Agustus 2003, mengakibatkan 22 orang meninggal dunia. Namun, Ban tetap mengharapkan agar dapat menemukan solusi terbaik untuk PBB untuk "berbuat lebih bagi perkembangan kehidupan politik dan sosial di Irak." Dalam kunjungannya di Timur Tengah, Ban mengunjungi Mesir, Israel, Tepi barat, Yordania, Lebanon dan Arab Saudi. Ban juga menghadiri konferensi dengan para pemimpin Liga Arab dan bertemu dengan Omar Hassan al-Bashir, presiden Sudan yang menolak pasukan keamanan PBB di Darfur. Saat Ban bertemu dengan Mahmoud Abbas, presiden Palestina, ia menolak untuk bertemu dengan Ismail Haniya yang berasal dari Hamas. Pada 10 Maret 2008, Ban mengeluarkan kritikan terhadap Israel yang membangun permukiman di Tepi barat dan keputusan Israel tersebut bertentangan dengan "kewajiban Israel dibawah peta jalan" untuk perdamaian di Timur Tengah.

Ban dua kali memperoleh penghargaan Bintang Jasa pada tahun 1975, 1986, dan 2006 dari Pemerintah Republik Korea. Atas keberhasilannya sebagai duta besar, ia memperoleh Bintang Kehormatan Besar dari Republik Austria pada 2001. Setahun kemudian, pemerintah Brasil menganugerahi Salib Agung Rio Branco kepadanya. Pada September 2005, Masyarakat Korea di New York menganugerahkan kepadanya penghargaaan Van Fleet atas sumbangannya untuk persahabatan AS-Republik Korea.