Menelisik Misteri Sabdo Palon Dalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya
Sabdo Palon. Mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan
SabdoPalon. Di sini tidak akan dipersoalk an siapa yang membuat karya-kary a
tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan . Karena penjelasan secara
akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah
ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan ini
akhirnya dapat dirunut secara logika historis. Menarik memang didalam mencari
jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong
sebagai penasehat spiritual PrabuBrawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 )
tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandh ul saja, namun di dalam
bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-se but,
yaitu bait 164 dan 173 yang menggambar kan tentang sosok Putra Betara Indra sbb
: 164. …; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake
jinsetan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saekoproyo kinen
ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda;landhepe triniji suci; bener,
jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggo ng. (…; menguasai seluruh
ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali;mengerahka n jin dan setan;
seluruh makhluk halus berada di bawah perintahny a bersatu padumembantu manusia
Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus,
jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggo ng) 173. nglurug tanpa bala; yen
menang tan ngasorake liyan; parakawula padha suka-suka; marga adiling pangeran
wus teka; ratunenyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha
muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon ; sing wis adu wirang nanging kondhang;
genaha kacetha kanthi njingglang ; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku
tandane kalabendu wis minger;centi wektu jejering kalamukti; andayani indering
jagad raya; padha asung bhekti. (menyerang tanpa pasukan; bila menang tak
menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan YangKuasa telah tiba;
raja menyembahrakyat; bersenjata kan trisula wedha; para pendeta juga pada
memuja; itulah asuhannya Sabdopalon ; yang sudah menanggung malu tetapi
termasyhur ; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh
kekurangan ; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh
kemuliaan; memperkoko h tatananjagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang
tinggi) Serat Darmagandh ul Memahami Serat Darmagandh ul dan karya-kary a
leluhur kita dibutuhkan kearifan dan netralitas yang tinggi, karenamengandung
nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan
muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada
maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedahwarisan
leluhur dari pendekatan spiritual dan historis. Dalam serat Dharmagand hul ini
saya hanya ingin menyoroti ucapan-uca pan penting pada pertemuan antara Sunan
Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan . Pertemuan ini terjadi
ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yangtengah lari ke
Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina
untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancur kan Majapahit.
Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya
masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas
ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada
baiknya kita cermati ucapan-uca pan berikut ini : Sabdo Palon : “Padukasampun
kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriba n, rêmên manut nunut-nunu t,
tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong
tiyangcabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên
momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkahJawi,
nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggil ing rêdi
rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …” (“Paduka sudah terlanjur terperosok , mau
jadi orang jawan (kehilanga n jawa-nya), kearab-ara ban, hanyaikut-ikuta n,
tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumidan langit, malu mengasuh
orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aq
idah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalaupaduka tidak percaya,
yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya (Semar) itu saya, yang membuat
kawah air panas diatas gunung itu semua adalah saya, …”) Ucapan Sabdo Palon ini
menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu
Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapka n Joyoboyo pada bait
173 yang berbunyi : “…, hiya iku momonganekaki Sabdopalon ; sing wis adu wirang
nanging kondhang; …” (“…, itulah asuhannya Sabdopalon ; yang sudah menanggung
malu tetapi termasyhur ; …”). Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan
bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalamkawruh Jawa dengan apa yang
dikenal sebagai “Manik Maya” atau “Semar”. “Sabdapalo n maturyen arêp misah,
barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing
kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan
padhang. …..” (“ Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya
kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya
menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”)
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang
bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah
memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa
Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha
Kuasa) untuk melaksanak an tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa
kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan.
Sebelum manusia mengenal agama,keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau
mendapat tugaskhusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan
memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan
ungkapan Sabdo Palon berikut ini : Sabdapalon ature sêndhu: “Kula niki Ratu
Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados
momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang WikuManumanasa , Sakutrêm
lan Bambang Sakri, run-tumuru n ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh
lajêr Jawi, ….. ….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun,
momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun , …..” (Sabdo Palon
berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang
bertahta,menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku
Manumanasa , Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba
mengasuh keturunan raja-raja Jawa, ….. ….., sampai sekarang ini usia hamba
sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah
agamanya, …..”) Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada
di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari
berakhirny a kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007,
berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitunga n
usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angka yang
menunjuk masa di dalam wasiat leluhur sangat toleransif sifatnya. Di kalangan
spirituali s Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa “suara tanpa
rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan
Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat
mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap
masa. Namun dalam perwujudan nya sebagai manusia tetap mencirikan karakter
Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena
dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggiling an”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo
Palon sebagai pembimbing spiritual Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang
nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapanny a dikatakan : “…, paduka punapa
kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon ? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon:
pikukuh kandhang. Naya têgêsipunulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados
wicantên-k ula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi,
langgêng salaminipu n.” (“…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon?
Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya
pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu
berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya. ”) Seperti
halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomongsejati yang selalu mengingatk
an bilamana yang di”emong”n ya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam
perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan- ketentuan Tuhan Yang Maha Esa.
Semar selalu memberikan piwulangny a untuk bagaimana berbudi pekerti luhur
selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang
berikutnya nanti. Jadi Semar merupakan pamomong yang “tut wuri handayani” ,
menjadi tempat bertanya karena pengetahua n dan kemampuann ya sangat luas,
serta memiliki sifat yang bijaksanadan rendah hati juga waskitho (ngerti
sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa “perintah
untuk melakukan” tetapi lebih kepada “bagaimana sebaiknya melakukan” . Semua
keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada “tuan”nya. Semar atau
Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantarany a adalah Ki Sabdopalon , Sang
HyangIsmoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain. Di dalam Serat Darmogandh ul
diceritaka n episodeperpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena
perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaan nya
dengan sabda-sabd a yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang
diharapkan nya. Berikut ungkapan-u ngkapan itu : “….. Paduka yêktos, manawi
sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi
kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu
dipunprent ah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.” (“….. Paduka perlu faham,
jika sudah berganti agama Islam, meninggalk an agamaBudha, keturunan Paduka
akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan
(kehilanga n jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikuta n bangsa
lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
“….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa,
agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon , wong jawanarêp diwulang
wêruha marang bênêr luput.” (“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti
kalau ada orang Jawa menggunaka n nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa,
yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan
Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.” ) Dari dua ungkapan
di atas Sabdo Palon mengingatk an Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan
ada orang Jawayang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpinbumi
nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan
SabdoPalon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”,ataupun
“eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarka n dan memaparkan
kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-aki
batnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam
ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang,
yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita).
Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan BegawanAbhiyasa. Lebih
lanjut diceritaka n: “Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan
Nayagenggo ng, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta
nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: “Ing besuknagara
Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi , dadiya têngêr Sabdapalon ênggone
bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih
nglimput aneng tanah sabrang.” (“Sang Prabu berkeingin an merangkul Sabdo Palon
dan Nayagenggo ng, namun orang dua itu kemudian raib. SangPrabu heran dan
bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan
menjadi Banyuwangi , jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah
Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah
seberang.” ) Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu
Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi . Tanah seberang
yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih
lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan
Sabdo Palon berikut ini. Ramalan Sabdo Palon Karena Sabdo Palon tidak berkenan
berganti agama Islam, maka dalam naskah RamalanSabdo Palon ini diungkapka n sabdanya
sbb : 3. Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam,
Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anakputu, Sagung
kang para Nata, Kang jurneneng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.
(Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam SangPrabu, sebab saya
ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak
cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.) 4.
Klawan Padukasang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna,
Ing benjang sakpungkur mami, Yenwus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus
tahun, Wit ing dintenpunika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah
Jawa. (Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu
kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha
lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.) 5. Sinten tan
purun nganggeya, Yekti kula rusak sami,Sun sajekken putu kula, Berkasakan
rupi-rupi, Dereng legakang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha,
Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar. (Bila ada
yang tidak mau memakai,akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan
lain-lainn ya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan.
Sayaakan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bilakelak Gunung
Merapi meletus dan memuntahka n laharnya.) 6. Ngidul ngilen purugira, Ngganda
banger ingkang warih, Nggih punika medalkula, Wus nyebar agama budi, Merapi
janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsaniren g Jawata, Sadaya gilir gumanti,
Boten kenging kalamunta kaowahan. (Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya.
Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalausaya datang. Sudah mulai menyebarka n
agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar . Itu sudah menjadi
takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian . Tidak dapat bila diubah
lagi.) 7. Sanget-san geting sangsara, Kangtuwuh ing tanah Jawi, Sinengkala n
tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Praptengtengah-ten
gahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa
prapteng pralaya. (Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun:
Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberan g sungai sudah datang di
tengah-ten gah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyut kan
manusia sehinggabanyak yang meninggal dunia.) 8. Bebaya ingkang tumeka, Warata
sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing
donya puniki, Wonten ing sakwasanip un, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandha
ni, Jagad iki yekti anakang akarya. (Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh
tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi.Sebab dunia
ini ada ditanganNy a. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada
yang membuatnya .) awas-merap i.jpgDari bait-bait di atas dapatlahkita memahami
bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal
mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa
Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal
mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa) , kembali sebagai wujud dewa,
Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan
janjinya akan datangkembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan
tanda-tand a tertentu. Diungkapka nnya tanda utama itu adalah muntahnya lahar
gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti
bencana-be ncana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia
pewayangan keadaan ini dilambangk an dengan judul: “Semar Ngejawanta h”. Mari
kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunungMerapi tahun lalu
dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang
tertinggi : “Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak
ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan
purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan
(Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua
satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua
satuan ini dilambangk an dengan dua kalimatSyahadat. Apabila angka tanggal,
bulan dan tahun dijumlahka n, maka : 1 3 5 2 6 = 17 ( 1 7 = 8 ). Angka 17 kita
kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di
dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu”
dan “langit sap pitu” yang berasal dariYang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8
merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangk an
dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian
ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantar kan Sang Hyang
Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turunke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang
Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung
Merapi disini melambangk an hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi
(menitis). SIAPA SEJATINYA “SABDO PALON NOYO GENGGONG” ? Setelah kita membaca
dan memahami secara keseluruha n wasiat-was iat leluhur Nusantara yang ada di
blog ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman
saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan
bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatka n jawaban : “Sabdo Palon
adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita
sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusura n secara spiritual, Sabdo Palon itu
sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ MpuDwijendra/ Pedanda Sakti Wawu
Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.” (merinding juga saya
mendengar nama ini) Dari referensi yang sayadapatkan, Dang Hyang Nirartha
adalah anak dari Dang Hyang Asmaranath a, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang
Hyang Angsokanat ha (penyusun KakawinSutasoma dimana di dalamnya tercantum
“Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang
kemudian beralih menjadi pendetaSyiwa. Beliau juga diberi nama MpuDwijendra dan
dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh, beliau juga dikenal sebagai seorang
sastrawan. Dalam Dwijendra Tattwa dikisahkan sebagai berikut: “Pada Masa
Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutla h seorang Bhagawan yang
bernamaDang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat
tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-aja ran spiritual, peningkata n
kemakmuran dan menanggula ngi masalah-ma salah kehidupan. Beliaudikenal dalam
menyebarkan ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau
disebut “Tuan Semeru” atau gurudari Semeru, nama sebuah gunungdi Jawa Timur.”
Dengan kemampuan supranatur al dan mata bathinnya, beliau melihat benih-beni h
keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampumelawan kehendak Sang Pencipta,ditandai
dengan berbagai bencanaalam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam
runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagununga n
Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang
masihdi bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau
Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan
kemudian ke Blambangan . Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan
sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipadipimpin oleh
Dalem Waturenggo ng. Beliau mend`pat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di
Baliperlu dikembangk an paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam
manifestas i-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta
dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra
natural yang membuat Dalem Waturenggo ng sangat kagum sehingga beliau diangkat
menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu BaliDwipa mencapai jaman
keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan
kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan ,
prasasti-p rasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun.
Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-k embangkan
dankegiatan keagamaan ditingkatk an. Selain itu beliau juga mendorong
penciptaan karya-kary a sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar,
kidung atau kekawin. Pura-pura untuk memujabeliau di tempat mana beliau pernah
bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendunga n, Ulu
watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah,
Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajenga n, Masceti, Peti Tenget, Amertasari
, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain.
Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa =
bersatunya atman dengan Brahman/Sa ng Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa
meninggalk an jasad). Setelah mengungkap kan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah
Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Tri Budi Marhaen Darmawan memberikan kepada
saya 10 (sepuluh) pesan dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb: 1.Tuwi ada ucaping
haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring
sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. (
bait 5 ) Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahua n, utama orang yang membangun
telaga, banyaknya seratus, kalah keutamaann ya itu,oleh orang yang melakukan
korban suci sekali, korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang.
2. Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, sang
sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak
tui timpalnya. ( bait 6 ) Ayahnda memberitah umu anakku, tata cara menjadi
anak, jangan durhaka pada leluhur, orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang
disebut guru, guru reka, guru prabhu, dan guru tapak (yang mengajar) itu. 3.
Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong
ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara
bakat ingsak. ( bait 8 ) Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua
orang, tak akan ternoda keturunann ya,tak ada yang akan mencaci maki, lebih
baik hati-hati dalam berjalan,sebab kaki tak akan tersandung ,dan tidak akan
menginjak kotoran. 4. Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, patut tingkahe
buatang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggonmalihat, mamedasin ane patut,
da jua ulah malihat. ( bait 10 ) Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua,
patut utamakan tingkah laku yang benar, seperti menggunaka n mata, gunanya
untuk melihat, memperhati kan tingkah laku yang benar, jangan hanya sekedar
melihat. 5. Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehan g, ningehang raose
melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-din gehang,kranannya mangelah
cunguh, anggon ngadek twah gunanya. ( bait 11 ) Kegunaan punya
telinga,sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan
simpan dalam hati, jangan semua hal didengarkan. 6. Nanging da pati adekin,
mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang , apang bisa jwa ningkahang , gunan
bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang.( bait 12 )
Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baikl ah caranya
merasakan, agar bisa melaksanak annya, kegunaan mulut untuk berbicara, jangan
berbicara sembaranga n, hal yang benar hendaknya diucapkan. 7. Ngelah lima da
ja gudip, apikin jua nyemakang, apang patute bakatang, wyadin batise tindakang,
yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laku, katanjung bena nahanang. ( bait
13 ) Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunaka n, agarselalu mendapat
kebenaran, begitu pula dalam melangkahk an kaki, hati-hatil ah melangkahk
annya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita ) nya. 8. Awake patut
gawenin, apang manggih karahaywan , da maren ngertiang awak, waluya matetandur
an, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. (
bait 14 ) Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamata n, jangan
henti-hent inya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam
bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkintidak akan berhasil. 9.
Tingkah ne melah pilihin, buka anake ka pasar, maidep matetumbas an, masih ya
nu mamilihin, twara nyakmeli ne rusak, twah ne melah tumbas ipun, patuh ring ma
mwatang tingkah. ( bait 15 ) Pilihlah perbuatan yang baik, seperti orang ke
pasar, bermaksud hendak berbelanja , juga masih memilih, tidak mau membeli yang
rusak, pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku. 10.
Tingkah ne melah pilihin, da manganggoa ng tingkah rusak, saluire kaucap rusak,
wantah nista ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laku, keto
cening sujatinnya . ( bait 16 ) Pilihlah tingkah laku yangbaik, jangan mau
memakai tingkahlaku yang jahat, betul-betu l hina nilainya, ditambah lagi tiada
disukai masyarakat , kemanapun di bawa tak akan laku, begitulah sebenarnya
anakku. Akhirnya bapak Tri Budi Marhaen Darmawan mengungkap kan bahwa dengan
penelusura n secara spiritual dapatlah disimpulkan : “Jadi yang dikatakan
“Putra Betara Indra” oleh Joyoboyo, “Budak Angon” oleh Prabu Siliwangi, dan
“Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu” oleh Ronggowars ito itu, tidak lain dan
tidak bukan adalah Sabdo Palon, yang sejatinya adalah Dang HyangNirartha/ Mpu
Dwijendra/ PedandaSakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru. Pertanyaan nya sekarang
adalah: Ada dimanakah beliau saat ini kalau dari tanda-tand a yang telah
terjadi dikatakan bahwa Sabdo Palon telah datang ? Tentusaja sangat tidak etis
untuk menjawab persoalan ini. Sangat sensitif… Ini adalah wilayah para
kasepuhan suci, waskitho, ma’rifatdan mukasyafah saja yang dapat menjumpai dan
membuktika n kebenarann ya. Dimensi spiritual sangatlah pelik dan rumit. Tidak
perlu banyak perdebatan , karenaSabdo Palon yang telah menitis kepada
“seseorang ” itu yang jelas memiliki karakter 7 (tujuh) satrio seperti yang
telah diungkapka n oleh R.Ng. Ronggowars ito, dan juga memiliki karakter Putra
Betara Indra seperti yang diungkapka n oleh Joyoboyo. Secara fisik “seseorang ”
itu ditandai dengan memegang sepasang pusaka Pengayom Nusantara hasil karya
beliau DangHyang Nirartha.” WALLOHU A'LAM BISSHOWAB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar